Iuran BPJS Batal Naik, Pemerintah Diminta Segera Tentukan Sikap

Bisnis.com,10 Mar 2020, 12:08 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Dirut BPJS Kesehatan Fahmi Idris (kiri) mengikuti Rapat Kerja Gabungan (Rakergab) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2020)./ ANTARA - Dhemas Reviyanto

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah dinilai perlu mengambil langkah cepat dalam menyikapi pembatalan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan berdasarkan putusan Mahkamah Agung MA.

Pengamat asuransi dan Mantan Direktur Utama Jamsostek Hotbonar Sinaga menjelaskan bahwa pemerintah perlu segera menentukan kebijakan terkait pembatalan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.

Menurutnya, seluruh kementerian yang berkaitan dengan program asuransi sosial tersebut harus segera mengambil langkah agar defisit tidak terus menggunung meskipun kenaikan iuran dibatalkan.

Hotbonar menilai bahwa Kementerian Keuangan sebagai bendahara negara perlu segera menambal defisit BPJS Kesehatan melalui berbagai mekanisme. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa defisit BPJS Kesehatan pada 2019 mencapai Rp15,5 triliun.

"Lalu, Kementerian Sosial harus mengecek keakuratan data peserta Penerima Bantuan Iuran [PBI], dan manajemen BPJS Kesehatan perlu lebih jauh menerapkan efisiensi di segala bidang," ujar Hotbonar kepada Bisnis, Selasa (10/3/2020).

Menurutnya, putusan MA tersebut merupakan langkah yang adil dan tepat. Hal tersebut karena kondisi saat ini dinilai tidak tepat untuk menaikkan iuran yang dapat membebani masyarakat.

"Sebaiknya [kenaikan iuran] ditanggung oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [APBN]. Rakyat pasti akan senang dan memuji kebijakan pemerintah yang memang bijak," ujar dia.

Pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilakukan oleh MA melalui putusan judicial review terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dengan keputusan tersebut, iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan kembali ke besaran sebelumnya.

Putusan MA ditetapkan oleh Hakim MA Supandi selaku ketua majelis hakim bersama Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi, masing-masing sebagai anggota. MA menyatakan bahwa Pasal 34 Ayat (1) dan (2) Perpres itu tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan sejumlah undang-undang.

"[Pasal 34 ayat 1 dan 2] tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ujar Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, Senin (9/3/2020).

Adapun, gugatan tersebut awalnya dilakukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah pada akhir 2019. Mereka keberatan dengan kenaikan iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan yang mencapai 100%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fitri Sartina Dewi
Terkini