Bisnis.com, JAKARTA – Bank kecil membutuhkan campur tangan regulasi agar dapat bersaing di tengah tren penurunan suku bunga.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan penurunan suku bunga acuan memang secara teori akan memangkas beban bunga industri perbankan. Hanya saja, hal tersebut tidak berlaku untuk bank kecil di Indonesia.
Piter menilai beban bunga baru dapat diturunkan apabila likuditas perbankan benar-benar dilonggarkan. Menurutnya, bank-bank dengan modal besar mempunyai likuidtas yang cukup sehingga memiliki ruang memangkas suku bunga kredit. Sementara itu, bank Buku I dan II memiliki modal kecil sehingga kerap mengalami kesulitan likuiditas.
Untuk meningkatkan ruang likuiditas, bank kelompok ini bertarung dalam kompetensi deposito yang menawarkan imbal hasil tinggi. Dampaknya bank kecil kesulitan menurunkan bunga kredit akibat biaya dana yang mahal.
"Jadi turunnya suku bunga acuan agar bisa benar-benar menurunkan beban bunga bank harus diiikuti dengan pelonggaran likuiditas yang merata ke semua bank. Bank-bank kecil juga harus merasakan bahwa likuiditas longgar," katanya kepada Bisnis, Selasa (10/3/2020).
Menurutnya, Bank dengan modal inti besar, sebagian besar komposisi dana pihak ketiga (DPK) berasal dari dana murah atau Current Account Saving Account (CASA). Kondisi ini akan membuat bank mudah menurunkan beban bunga.
Sebaliknya, bank dengan modal kecil kecil umumnya lebih banyak bergantung padadeposito. Pada prakteknya, menurunkan suku bunga deposito lebih sulit daripada dana murah.
"Artinya menurunkan beban bunga tidak mudah," katanya.
Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar mengatakan suku bunga perseroan relatif lebih rendah dibandingkan rata-rata industri perbankan. Bank Mandiri masih memiliki potensi untuk menurunkan suku bunga ke depannya sesuai kondisi pasar.
"Kita tetap akan komitmen dan tidak main-main mentang-mentang kita pemain besar. Kalau mereka [pemilik uang dalam jumlah besar] suka tender suku bunga, [kami harapkan] jangan ada lagi. Jangan tender-tender lagi, kan cost jadi makin tinggi kalau suku bunga kita kompetitif [ikuti kondisi tender]," katanya.
Sebelumnya, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan banyak faktor pertimbangan yang dilakukan BCA dalam menurunkan suku bunga kredit. Suku bunga desposito, dinilai, dapat diturunkan secara merata.
"Pasti tetap tumbuh [likuiditas] tidak usah berandai-andai lagi pula ruang untuk deposito masih besar karena bunga BCA paling kecil," katanya.
Penurunan beban bunga atau cost of fund industri perbankan di Indonesia menyusul kebijakan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia masih sulit diikuti bank umum kelompok usaha (BUKU) I dan II.
Adapun data Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada Desember 2019, suku bunga giro Bank BUKU IV dalam bentuk rupiah adalah sebesar 2,26 persen. Sementara itu, suku bunga giro dalam bentuk rupiah, Bank BUKU III sebesar 2,34 persen, Bank BUKU II 2,15 persen, dan Bank BUKU I 2,65 persen.
Pada periode sama, Suku Bunga Tabungan dalam bentuk rupiah Bank BUKU IV adalah sebesar 0,91 persen, Bank BUKU III 1,94 persen, Bank BUKU II 2,01 persen, dan Bank Buku I 2,13 persen.
Suku bunga simpanan berjangka 12 bulan atau lebih (rupiah) Bank BUKU IV 6,75 persen, Bank BUKU III 7,21 persen, Bank BUKU II 7,51 persen, dan Bank BUKU I 8 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel