Pertumbuhan Kredit Bank Dibayangi Perang Harga Minyak

Bisnis.com,12 Mar 2020, 15:31 WIB
Penulis: M. Richard
Api menguar dari pipa di kilang minyak di Kalimantan, Indonesia./Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA - Perang harga minyak dunia diperkirakan untuk memperparah perlambatan pertumbuhan kredit tahun ini. Pasalnya, penurunan harga minyak akan diikuti dengan penurunan harga komoditas andalan yang menjadi debitur andalan perbankan.

Sebagai informasi, minyak mentah West Texas Intermediate untuk pengiriman April ditutup melemah 4 persen atau US$1,38 ke level di US$ 32,98 per barel di New York Mercantile Exchange pada akhir perdagangan Rabu (11/3/2020).

Sementara itu, minyak mentah Brent untuk kontrak Mei ditutup melemah 3,8 persen atau US$1,43 ke posisi US$35,79 per barel di ICE Futures Europe Exchange yang berbasis di London.

Dilansir dari Bloomberg, perang pangsa pasar minyak mentah terus meningkat setelah Saudi Aramco mengumumkan rencana untuk meningkatkan kapasitas produksi minyaknya menjadi 13 juta barel per hari.

Mengikuti langkah Aramco, Abu Dhabi National Oil Co. juga menyatakan akan memompa minyak mentah sebanyak mungkin bulan depan.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menyebutkan penurunan harga minyak akan membuat harga komoditas lain, seperti batu bara, minyak sawit, dan nikel kembali tertekan.

"Jika itu terus tertekan, maka tren pertumbuhan kredit terutama dari sektor pertambangan dan perdagangan luar negeri menjadi lebih tertekan," katanya usai Core Media Discussion, Kamis (12/3/2020).

Piter menyebutkan perekonomian China sudah terlanjur melambat karena virus corona. Jika penurunan harga minyak berlangsung lama, maka pertumbuhan ekonomi Amerika pun akan tertekan dalam.

"Kedua negara tersebut adalah mitra dagang dan investasi Indonesia. Artinya akan mempengaruhi pertumbuhan kredit dan kualitas kredit saat ini. Dampaknya bisa semakin parah," katanya.

Senada, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, sekaligus Wakil Komisaris Utama/Komisaris Independen PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Ari Kuncoro mengatakan penurunan harga minyak dapat membuat dampak negatif dari virus corona semakin dalam.

Hanya saja, dia mengatakan pemerintah melakukan gebrakan yang cukup baik dalam merespons, yakni dengan rencana melonggarkan sejumlah pajak.

Stimulus fiskal kedua tersebut berupa pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang ditanggung pemerintah untuk karyawan sektor industri, PPh Pasal 22 barang impor, dan PPh Pasal 25 atau PPh Badan untuk industri manufaktur yang ditangguhkan selama 6 bulan.

Kedua insentif fiskal, menurutnya, akan sangat baik bagi perusahaan guna memperoleh kas lebih baik, sekaligus memicu masyarakat untuk tetap menjaga konsumsinya.

"Nah, pekerjaan selanjutnya adalah mengelola ekspektasi itu. Agar masyarakat tetap belanja, sehingga ekonomi, dan kredit perbankan tetap berjalan dengan baik," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini