Bisnis.com, JAKARTA - Bank pembangunan daerah di Indonesia meyakini mampu meningkatkan modal inti dan memenuhi aturan regulator dengan cara penambahan modal dari pemegang saham maupun rights issue.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyatakan siap merilis aturan anyar mengenai permodalan bank. Di dalamnya ambang batas bawah modal inti bank umum konvensional dikerek naik menjadi Rp3 triliun dari Rp100 miliar.
PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat (Bank Nagari) memiliki modal inti senilai Rp2,9 triliun atau naik 1 persen dari realisasi tahun sebelumnya yang senilai Rp2,6 triliun.
Kepala Humas Bank Nagari Aulia Alfadil mengatakan perseroan berupaya agar pemerintah daerah, sebagai pemilik, untuk menambah modal sesuai porsi saham masing-masing. Dengan demikian, target minimum modal inti senilai Rp3 triliun dapat tercapai pada 2022.
Hanya saja, penambahan modal inti tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi keuangan masing-masing daerah. Menurutnya, karena masih mengandalkan pemerintah daerah, kerap kali penambahan modal inti yang diajukan manajemen tidak sesuai harapan kebutuhan.
"Dan ini berkaitan dengan kondisi keuangan daerah masing-masing dan harus minta persetujuan DPRD Kota atau DPRD provinsi," katanya kepada Bisnis, Kamis (12/3/2020).
Meskipun demikian, Bank Nagari tetap optimistis dapat mencapai target minimum Rp3 triliun pada 2022. Bahkan, Bank Nagari berencana untuk melakukan konversi menjadi bank umum syariah.
Menurutnya, manajemen diberikan waktu dua tahun untuk persiapan konversi. Setidaknya, Bank Nagari meyakini dapat mengkonversi menjadi Bank Umum Syariah pada Januari 2021 atau paling lambat 30 November 2022.
"Sangat optimis [dapat mencapai modal inti minimum], Bank Nagari sudah diputuskan RUPS 30 Nov 2019 untuk konversi menjadi Bank Umum Syariah," katanya.
Terpisah, PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Daerah Istimewa Yogyakarta optimistis dapat mencapai target modal inti minimum pada 2025. Hal tersebut lantaran pemerintah daerah telah berencana melakukan setoran modal secara bertahap sampai dengan 2025 dengan total tambahan senilai Rp2,3 triliun.
Direktur Pemasaran BPD Daerah Istimewa Yogyakarta Agus Trimurjanto mengatakan per Desember 2019 perseroan memiliki modal inti senilai Rp2,1 triliun dan modal dasar Rp4 triliun. Adapun, saham mayoritas BPD DIY dimiliki oleh pemerintah provinsi DIY dengan porsi 51 persen, sedangkan 49 persen sisanya terbagi pada 5 kabupaten dan kota.
Menurutnya, penambahan modal tersebut bertujuan untuk memenuhi rencana aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang akan mengatur minimal modal inti Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) I dengan modal inti Rp3 triliun. "Sehingga kami bisa memenuhi regulasi," katanya.
PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk. akan menerbitkan hak memesan efek terdahulu (HMETD) atau rights issue pada semester I/2020 untuk meningkatkan modal inti.
Direktur Utama BPD Banten Fahmi Bagus Mahesa mengatakan pemegang saham mayoritas yakni pemerintah provinsi banten berkomitmen untuk membesarkan bank sendiri sehingga dapat bermanfaat untuk masyarakat.
Pada rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang digelar 26 Februari 2020 lalu, telah disepekati untuk melakukan rights issue yang akan digelar dalam dua tahap yakni penawaran umum terbatas VI dan penawaran umum terbatas VII.
BPD Banten akan menggelar rights issue dengan menawarkan sebanyak-banyaknya 400 miliar saham. Rights issue akan dilakukan setelah efektifnya pernyataan pendaftaran dari otoritas jasa keuangan.
"Kami akan rights issue, mudah-mudahan bisa efektif di semester 1," katanya.
Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (20/1), BPD Banten akan menggelar aksi rights issue dengan menawarkan sebanyak-banyaknya 400 miliar saham dengan harga nominal Rp3 per saham.
Harga pasar saham BEKS per 2 Maret 2020 berada di level Rp50 per saham. Apabila mengacu pada harga tersebut, BEKS berpotensi mendapat dana segar sekitar Rp2 triliun dari aksi rights issue tersebut.
Bank Banten tercatat memiliki modal inti sebesar Rp212,40 miliar per September 2019. Adapun, jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh mencapai 64,1 miliar saham dengan nilai nominal Rp2,03 triliun.
Setelah rights issue, jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh BEKS diproyeksi mencapai 464,1 miliar saham dengan nilai nominal Rp3,23 triiliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel