Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sejumlah penyebab keuangan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisif setiap tahun, dari hasil kajian yang sudah dimulai sejak 2014.
Komisioner KPK Nurul Ghufron menyatakan dari hasil kajian itu pihaknya menilai belum tentu penerapan kenaikan iuran BPJS yang kemudian dibatalkan Mahkamah Agung beberapa hari lalu.
"Kenaikan biaya ini dengan asumsi dana BPJS Kesehatan kurang, padahal dalam kajian KPK belum tentu ketika [iuran] dinaikkan bisa menangani solusi kekurangan defisit yang di 2018 saja sudah sekitar Rp12,2 triliun, dalam perspektif kami ada kendala lain berupa inefisiensi anggaran," ujarnya dalam konpers di kantor KPK, Jumat (13/3/2020).
Dia mencontohkan sebuah mobil yang akan menuju bandara biasanya cukup dengan bensin Rp100.000, namun kemudian tidak sampai tujuan.
Guna mengetahui penyebab masalah itu, harus dilakukan kajian kepada mobilnya secara langsung, apakah mesinnya boros, atau tangki bahan bakarnya bocor.
Hal itulah yang dilakukan KPK sejak 2014 lalu, dan ditemukan fakta bahwa kekurangan anggaran di BPJS Kesehatan tidak dapat diselesaikan hanya dengan kenaikan iuran.
"Jadi gak mungkin selesai dengan kenaikan iuran saja, kalau pengelolaan dan sistem pelayanannya masih inefisiensi," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel