Bisnis.com, JAKARTA - Peningkatan likuiditas karena pemangkasan giro wajib minimum valuta asing (GMW valas) menjadi 4 persen tidak akan berdampak langsung pada pertumbuhan kredit tahun ini.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan kebijakan Bank Indonesia dalam melonggarkan GWM sangat agresif. Hal tersebut akan berdampak signifikan pada peningkatan likuiditas industri perbankan.
Hanya saja, peningkatan likuiditas tidak otomatis akan membuat pertumbuhan kredit terpacu. Pasalnya, tanpa diikuti permintaan kredit, likuditas yang longgar tersebut tidak akan berdampak besar bagi pertumbuhan kredit.
"Likuiditas yang longgar tersebut tidak otomatis memastikan pertumbuhan kredit bisa terpacu," katanya kepada Bisnis, Jumat (13/3/2020).
Menurutnya, likuiditas yang longgar memang akan mendorong industri perbankan untuk meningkatkan kredit. Namun, pertumbuhan kredit baru akan terjadi apabila ada peningkatan permintaan dari masyarakat.
Piter menyebutkan wabah virus corona (Covid-19) yang menyebar ke penjuru dunia justru menghambat sektor produksi karena permintaan yang menurun. Supply bahan baku ikut terhambat. Dampaknya permintaan kredit jelas akan menurun.
"Pertumbuhan kredit baru akan terjadi bila peningkatan supply tersebut diikuti juga oleh peningkatan demand. Perkiraan saya permintaan kredit tidak akan tinggi," jelasnya.
Adapun Bank Indonesia mengumumkan penyesuaian kebijakan pengaturan giro wajib minimum (GWM) valuta asing dari 8 persen menjadi 4 persen akan berlaku efektif 16 Maret 2020.
Penyesuaian tersebut tertuang dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 22/2/PADG/2020 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Anggota Dewan Gubernur Nomor 20/10/PADG/2018 Tentang Giro Wajib Minimum Dalam Rupiah dan Valuta Asing Bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Dan Unit Usaha Syariah.
Bank Indonesia menilai kebijakan tersebut akan menambah likuiditas valuta asing di perbankan dan mengurangi tekanan pada pasar valuta asing. Kebijakan pengaturan GWM diarahkan untuk menjaga stabilitas moneter, khususnya di pasar keuangan, termasuk memitigasi risiko dampak Covid-19 terhadap perekonomian
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel