Bisnis.com, JAKARTA – Kendati belum menerapkan lockdown atau karantina wilayah, pemerintah mengaku telah menyiapkan anggaran jika skenario penutupan wilayah parsial atau seluruhnya tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan pihaknya akan memfasilitasi kebijakan lockdown jika Badan Nasional Penanggulagan Bencana (BNPB) telah menetapkan skenario terburuk tersebut.
"Pasti disiapkan [anggarannya], jika BNPB memutuskan isolasi," tegas Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita yang dilakukan melalui video konferensi, Rabu (18/3/2020).
Menurutnya, pemerintah akan membantu menjaga pertumbuhan ekonomi yang akan terdampak jika terjadi lockdown. Namun, pemerintah saat ini lebih memilih untuk menyiapkan pusat penampungan untuk isolasi massal ketimbang lockdown dalam rangka menahan laju penularan Covid-19.
Menurutnya, pusat penampungan untuk mengisolasi orang-orang yang tertular Covid-19 dimungkinkan di wilayah yang tergolong padat. Salah satu tempat di Jakarta yang potensial untuk menampung individu-individu yang tertular Covid-19 antara lain adalah Wisma Atlet dan aset-aset sejenis.
"BNPB sudah mencari tempat penampungan untuk social distancing, yang positif ditempatkan ke situ agar tidak berbaur dengan masyarakat dengan kepadatan tinggi," ujar Sri Mulyani.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan belum diputuskannya skenario lockdown bukan disebabkan oleh keterbatasan anggaran. Dia menegaskan masalah yang bisa muncul dari kebijakan lockdown adalah dari sisi logistik.
"Ini bukan masalah uang, ini masalah siapa yang mau kirim makanan di tempat yang diisolasi itu nanti," imbuhnya.
Hingga saat ini, pemerintah belum memastikan jumlah anggaran kesehatan yang akan dialokasikan untuk penanganan penyebaran virus corona. Sri Mulyani hanya mengungkapkan pihaknya masih menunggu perhitungan dari Kemenkes dan BNPB.
Rencananya, anggaran bagi BNPB akan dipakai untuk pengadaan rapid test untuk suspect virus corona dan sosialisasi penanganan virus corona. Adapun, anggaran untuk Kementerian Kesehatan akan disalurkan untuk membantu pengobatan pasien virus corona, pengadaan alat perlindungan diri (APD), alat kesehatan, serta upgrading rumah sakit.
Sumber Dana
Dananya dari mana? Pemerintah bakal memprioritaskan belanja di bidang kesehatan dalam rangka memaksimalkan penanganan wabah virus Corona atau Covid-19. Sri Mulyani mengatakan pihaknya sudah menerbitkan surat edaran kepada seluruh kementerian dan lembaga (K/L) untuk merealokasi belanja non prioritas.
Berdasarkan penghitungan awal Kementerian Keuangan, jumlah anggaran belanja nonprioritas yang dapat direlokasi untuk menanggulangi Covid-19 mencapai Rp5 triliun hingga Rp10 triliun.
"Secara umum, belanja yang direalokasi adalah belanja kegiatan yang kurang priorias, dana yang masih diblokir, sisa tender, dan kegiatan yang dibatalkan," katanya.
Jika lockdown dilakukan di DKI Jakarta yang menjadi daerah dengan penyebaran tertinggi, Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri mengemukakan pemerintah harus menyiapkan cash transfer atau bantuan langsung tunai (BLT) bagi masyarakat yang terdampak dan yang berpenghasilan rendah.
Dari perhitungan CSIS, pemerintah bisa mengunakan patokan angka kebutuhan hidup layak sebagai dasar penghitungan BLT.
"Saya beri contoh angka kebutuhan hidup layak di Jakarta itu Rp2juta-Rp2,5 juta per kepala keluarga untuk satu bulan. Itu bisa menjadi patokan pemberian cash transfer ke masyarakat targeted," ujarnya.
Jika ini dilakukan, maka pemerintah harus membagikan BLT kepada lebih dari 365.000 masyarakat miskin di DKI Jakarta. Mengacu pada data BPS, persentase penduduk miskin DKI Jakarta pada Maret 2019 adalah 3,47 persen atau sebesar 365.550 orang.
Pemerintah juga harus menghitung jumlah pekerja sektor informal dan kalangan penerima upah minimum. Salah satu sektor pekerja informal yang resah adalah driver ojek online.
Suara Ojek Online
Pengemudi ojek online (ojol) menolak wacana opsi karantina wilayah DKI Jakarta sebagai antisipasi penyebaran virus corona (Covid-19). Bahkan mereka akan meminta insentif bantuan tunai jika hal tersebut dilakukan.
Gabungan Transportasi Roda Dua (Garda) Indonesia menolak jika Indonesia melakukan karantina wilayah atau lockdown karena akan menimbulkan dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan negara lain.
Presidium Garda Igun Wicaksono menuturkan ojol banyak yang kendaraan sepeda motornya menggunakan fasilitas kredit kendaraan bermotor. Dengan demikian, opsi lockdown akan membuat mereka sulit memenuhi tanggung jawab kredit tersebut.
"Banyak yang mencari nafkah di sektor informal antara lain jutaan driver ojol yang setiap hari penghasilannya didapatkan secara harian bergantung pada jumlah pengguna jasa," jelasnya.
Menurutnya, jika terjadi lockdown maka praktis ojol akan kehilangan penghasilan secara signifikan, efek domino ekonomi akan terjadi, seperti kredit kendaraan bermotor yang macet.
Hingga saat ini, pemerintah juga belum dapat memastikan nilai bantuan sosial (bansos) yang akan ditambah untuk menyokong penduduk miskin atau yang terdampak wabah virus corona.
Sri Mulyani hanya mengatakan tambahan bansos yang akan diberikan masih akan memanfaatkan program bansos yang selama ini sudah ada seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) hingga kartu sembako.
"Saluran yang ada ini kita akan pakai, jumlahnya akan kita hitung karena masih belum dipelajari semua alokasinya kemana," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel