Rupiah Melemah, Mendag ‘Pede’ Impor Tetap Lancar

Bisnis.com,19 Mar 2020, 20:33 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto memberikan keterangan pers mengenai kajian pembatasan impor produk China di Jakarta, Senin (3/1). Bisnis/Triawanda Tirta Aditya

Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perdagangan Agus Suparmanto meyakini aktivitas impor, terutama bahan baku dan penolong industri akan tetap lancara kendati nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah.

Dia mengatakan, keyakinan itu diperkuat oleh kebijakan relaksasi impor terhadap sejumlah produk bahan baku penolong industri. Seperti diketahui, pemerintah telah merilis stimulus jilid II untuk menangkal dampak negatif virus corona. Salah satu stimulusnya adalah relaksasi ketentuan impor terhadap 19 jenis bahan baku penolong yang diimpor.

Selain itu, terkait dengan potensi kenaikan harga produk yang diimpor Indonesia, dia meyakini hal tersebut akan tergantung dengan kondisi hulu atau negara pemasoknya.

"Berkaitan dengan [kenaikan] harga itu nanti akan dilihat pada pembelian biasanya. Harga itu ditentukan dari hulunya," ujar Agus, Kamis (19/3/2020)

Sementara itu, ekonom CORE Mohammad Faisal menyatakan bahwa struktur ekspor Indonesia yang didominasi oleh komoditas mengakibatkan harganya lebih banyak dipengaruhi oleh permintaan pasar alih-alih negara produsen.

Di sisi lain, permintaan global yang masih lesu di tengah perlambatan ekonomi dan ancaman Covid-19 dinilai Faisal bakal berimbas pada tak efektifnya pemanfaatan momentum pelemahan rupiah untuk meningkatkan nilai ekspor.

"Efek ke impor kita akan lebih terasa karena struktur impor kita didominasi oleh impor bahan baku dan penolong, termasuk untuk manufaktur," kata Faisal ketika dihubungi Bisnis, Kamis (19/3/2020).

Faisal menyatakan nilai rupiah yang terus tertekan tentunya bakal berimbas pada industri yang mengandalkan bahan baku impor. Termasuk 19 industri manufaktur yang memperoleh relaksasi impor sebagai bagian dari stimulus penyelamatan ekonomi dari dampak Covid-19.

Dia mengatakan efek stimulus fiskal maupun nonfiskal berpotensi tak bisa dirasakan secara maksimal.

"Dampak ke industri nasional yang banyak bergantung pada bahan baku impor, maka biaya produksinya bisa lebih besar. Ini akan mengurangi efektivitas kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah untuk mengurangi dampak virus corona lewat relaksasi impor. Dampaknya ke pengurangan biaya produksi menjadi minim," lanjutnya.

Nilai rupiah tercatat terus melanjutkan tren pelemahan sejak 11 September dengan nilai tukar yang menyentuh level Rp15.913 pada akhir perdagangan Kamis (19/3/2020). Pelemahan rupiah tetap terjadi meski Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan 7 Day Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,50 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yustinus Andri DP
Terkini