Menilik Pesona Energi Hijau di Bumi Nyiur Melambai

Bisnis.com,24 Mar 2020, 13:56 WIB
Penulis: Denis Riantiza Meilanova
Suasana PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 di Tompaso, Kabupaten Minahasa, Jumat (13/3/2020). PGE menargetkan pengeboran sumur semi eksplorasi untuk pembangunan PLTP Unit 7 dan Unit 8 akan dimulai pada Semester II/2020. Bisnis/Lukas Hendra.

Bisnis.com, MANADO - Sulawesi Utara mempunyai potensi sumber energi hijau yang besar untuk dikembangkan menjadi energi listrik, seperti energi surya dan panas bumi.

Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bumi Nyiur Melambai itu menyimpan potensi energi surya hingga 2,1 gigawatt (GW) dan potensi panas bumi sebesar 838 megawatt electrical (MWe).

Salah satu pemanfaatan potensi tersebut berada di Desa Wineru, Likupang Timur, Minahasa Utara. Terdapat sebuah ladang panel surya milik Vena Energy yang difungsikan sebagai pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 21 MW.  PLTS Likupang namanya. 

Di atas lahan seluas 29,22 hektar nampak berjejer rapi hamparan ribuan panel surya yang disebut berjumlah sebanyak 64.640 unit.  Sementara ini, PLTS Likupang merupakan PLTS terbesar di Indonesia. 

Listrik dari PLTS ini dijual ke PT PLN (Persero) dengan skema build, operate, own, transfer (BOOT) selama 20 tahun. Rata-rata setiap harinya PLTS ini memasok listrik sebesar 15 MW ke PLN.  Kemampuan konversi dari tegangan 800 Volt DC ke 380 Volt AC mengakibatkan adanya losses (susut) sebanyak 6 MW.

Cuaca mendung tengah menyelimuti Desa Wineru kala Bisnis berkunjung ke PLTS yang baru mulai beroperasi tahun lalu itu.  Meski mengandalkan sinar matahari untuk beroperasi, PLTS Likupang masih bisa memproduksi listrik ketika cuaca mendung. 

"Kami beroperasi dari 05.30 pagi sampai 05.30 sore. Kalau matahari bagus bisa (produksi listrik) sampai 16 MW. Kalau enggak ya menurun. Kalau hujan bisa masuk 3 MW," ujar Country Head Vena Energy Arisudono Soerono saat ditemui di lokasi PLTS Likupang, Kamis (12/3). 

Dia menjelaskan selain sinar matahari, temperatur udara juga turut mempengaruhi produksi listrik PLTS Likupang. Semakin tinggi temperatur atau semakin panas, maka produksi listrik akan makin berkurang. 

"Karena dia (panel surya) didesain 25 derajat," katanya.

Ari menuturkan bahwa pembangunan kontruksi PLTS Likupang dimulai sejak akhir 2017 dan memakan waktu sekitar 1,5 tahun lamanya. Total investasinya mencapai U$29,2 juta.

Tidak ada kendala berarti dalam proses pembangunan, kecuali kontur tanah yang berupa perbukitan sedikit menjadi tantangan bagi Vena Energy.

Adapun Desa Wineru dipilih sebagai lokasi PLTS, menurut Ari, karena memiliki tingkat iradiasi matahari yang paling baik.

Selama beroperasi, pembangkit ini mampu mengurangi efek gas rumah kaca hingga 20,01 kilo ton serta melistriki hingga 15.000 rumah tangga.

Menurut Ari, PLTS Likupang bisa menjadi nilai jual tersendiri bagi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Likupang yang tengah dikembangkan.  Listrik yang bersumber dari energi hijau terbukti ramah lingkungan dan bisa membantu menjaga keindahan alam sekitar, katanya.

Bergeser ke Kota Tomohon yang berjarak sekitar 1,5 jam perjalanan berkendara roda empat dari Kota Manado, terdapat wilayah kerja panas bumi Lahendong.  Area geothermal tersebut telah dikembangkan oleh PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) menjadi pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dengan total kapasitas 120 MW.

PLTP Lahendong terdiri atas enam unit.  PLTP Unit 1-4 dimiliki dan dioperasikan oleh PT PLN (Persero), sementara PGE berkewajiban memenuhi pasokan uap untuk pembangkitan 4 x 20 MW.  Untuk PLTP Unit 5 dan 6 dimiliki dan dioperasikan oleh PGE dengan kapasitas 2x20 MW.

Beroperasi sejak 2001, pembangkit ramah lingkungan itu menjadi salah satu andalan di sistem kelistrikan Sulawesi Utara dan Gorontalo (Sulutgo) karena memasok sekitar 20 persen kebutuhan listrik di jaringan tersebut. 

Selain ramah lingkungan, pembangkit dari panas bumi juga dapat beroperasi dalam jangka waktu yang lama, lebih dari 30 tahun.  Biaya produksi listriknya juga lebih stabil dibandingkan pembangkit energi fosil.  Namun sayangnya, pengembangannya tidaklah mudah.

"Banyak kesulitan-kesulitan kami dalam kembangkan energi geothermal.  Kendala perizinan karena keluarnya izin sangat bervariasi.  Kita tahu geothermal berada di kawasan hutan lindung, mungkin kurang lebih memerlukan 1 tahun. Kemudian di fase eksplorasi biaya yang dikeluarkan begitu besar," kata General Manager PGE Lahendong Salvius Patangke.

Dia menuturkan bahwa Pertamina terjun langsung pada eksplorasi panas bumi di WKP Lahendong mulai tahun 1982 – 1987.  Kemudian dilanjutkan dengan studi kelayakan selama 3 tahun pada 1989-1992.  Operasi secara komersial unit 1 pun baru dimulai pada 2001. 

Dalam waktu dekat ini, PGE juga akan memulai pengembangan PLTP Lahendong Unit 7 dan 8.  Rencananya PGE akan mulai mengebor sumur untuk pengembangan pada Juni tahun ini.  Pengeboran sumur tersebut membutuhkan investasi sekitar US$7,5 juta.

Melihat pengembangan pemanfaatan energi baru terbarukan yang sudah ada di Bumi Nyiur Melambai, semoga keandalan pasokan listrik di wilayah ini ikut meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: David Eka Issetiabudi
Terkini