Industri Kemasan Ketiban Berkah Virus Corona

Bisnis.com,26 Mar 2020, 16:34 WIB
Penulis: Ipak Ayu H Nurcaya
Mahasiswa Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia (UMI) membuat produk hand sanitizer atau pembersih tangan dari tanaman herbal di kampus UMI Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (12/3/2020). Pembuatan hand sanitizer dari bahan herbal seperti dari tanaman lidah buaya dan kulit buah jeruk yang dinilai baik untuk meningkatkan kesehatan tubuh tersebut dibuat untuk mengatasi kelangkaan sejumlah produk kesehatan akibat merebaknya Virus Corona (COVID-19). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe/aww.

Bisnis.com, JAKARTA — Di tengah tekanan perekonomian yang tersengat wabah virus corona atau Covid-19, pelaku bisnis industri kemasan mengklaim malah meraup cuan dari sejumlah permintaan produk.

Direktur Eksekutif Federasi Kemasan Indonesia Henky Wibawa mengatakan salah satu segmen produk yang mengalami peningkatan permintaan adalah kemasan pembersih tangan atau hand sanitizer.

Padahal untuk kemasan hand sanitizer tidak hanya terdiri dari botol tetapi juga dispenser cap yang belum banyak diproduksi di Indonesia. Menurutnya, bagian tersebut harus impor.

"Lalu karena permintaan lebih tinggi, sebagaian sudah mengeluh harga meningkat itu wajar dalam bisnis, meski tidak semua jenis kemasan berlaku sama masih ada cara lain dan jenis kemasan lain lagi sebagai solusi," katanya kepada Bisnis, Kamis (26/3/2020).

Adanya wabah Covid-19 memang menjadi musibah global yang tidak diduga dan tanpa persiapan yang baik. Kendati demikian, kinerja industri pengemasan yang sangat berhubungan dengan produk konsumsi atau FMCG, mengalami peningkatan permintaan pasar.

Di tengah tingginya permintaan, ada sejumlah kendala dihadapi, misalnya bahan bakunya.

"Seperti diketahui untuk plastik dan alufoil 50 persen kebutuhan dalam negeri kita harus impor, umumnya terbesar dari China. Memang China sejak dua minggu ini sudah berproduksi normal, tetapi yang terhambat pengirimannya karena kapal banyak tidak tersedia," ujarnya.

Selain itu, ada pula tekanan lain dari melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) yang menjadikan nilai produksi turun, sehingga akan susah untuk memperhitungkan harga jual.

Dari sisi pertumbuhan industri, Hengky masih yakin akan tumbuh 4-5 persen dari realisasi tahun lalu sekitar Rp98,8 triliun, dengan memperhitungkan kinerja hingga pertengahan tahun.

Di sisi lain, pelaku usaha tetap membutuhkan insentif seperti, harmonisasi bea masuk impor, dan bea tambahan lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: David Eka Issetiabudi
Terkini