Bisnis.com, JAKARTA - Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia pada kuartal IV/2019 mencatatkan kenaikan kewajiban neto, didorong oleh posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) yang meningkat.
Berdasarkan data statistik Bank Indonesia (BI) yang dirilis, Jumat (27/3/2020), PII Indonesia mencatat kewajiban neto sebesar US$338,2 miliar atau 30,2 persen dari PDB) pada akhir kuartal IV/2019, meningkat dibandingkan dengan posisi kewajiban neto pada akhir kuartal sebelumnya sebesar US$324,1 miliar atau 29,7 persen dari PDB.
“Peningkatan kewajiban neto tersebut disebabkan oleh kenaikan KFLN yang lebih besar dibandingkan dengan kenaikan Aset Finansial Luar Negeri [AFLN],” tulis Bank Indonesia dalam laporannya, Jumat (27/3/2020).
BI mengungkapkan peningkatan posisi KFLN - yang utamanya dalam bentuk investasi portofolio dan investasi langsung- merupakan cerminan kepercayaan investor yang tinggi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap baik dan imbal hasil aset keuangan domestik yang masih menarik.
Posisi KFLN Indonesia pada akhir kuartal IV/2019 meningkat 3,1 persen (quarter to quarter/ qtq) atau sebesar US$21,7 miliar menjadi US$711,6 miliar.
Peningkatan kewajiban tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya transaksi investasi portofolio berupa arus masuk modal asing pada pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik serta obligasi global korporasi dan pemerintah.
Selain itu, transaksi kewajiban finansial lainnya berupa investasi langsung dan investasi lainnya turut mengalami peningkatan.
Kenaikan posisi KFLN juga dipengaruhi oleh faktor revaluasi positif atas instrumen investasi berdenominasi Rupiah sejalan dengan kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan penguatan rupiah terhadap dolar AS.
Posisi AFLN meningkat terutama didorong oleh transaksi aset dalam bentuk investasi langsung dan cadangan devisa.
Pada akhir kuartal IV 2019 posisi AFLN naik 2,1 persen (qtq) atau sebesar US$7,6 miliar menjadi 373,3 miliar.
Selain karena faktor transaksi, BI melihat peningkatan AFLN juga didorong oleh revaluasi positif antara lain akibat pelemahan dolar AS terhadap beberapa mata uang utama dunia lainnya dan peningkatan rerata indeks saham di sebagian besar negara-negara penempatan investasi residen.
“Kenaikan AFLN lebih lanjut tertahan oleh menurunnya transaksi investasi portofolio dan investasi lainnya,” ungkap BI.
Dari laporan ini, BI menyimpulkan perkembangan PII Indonesia secara keseluruhan 2019 relatif terjaga dibandingkan dengan posisi akhir tahun sebelumnya.
PII Indonesia mencatat kewajiban neto sebesar US$338,2 miliar pada 2019, meningkat dibandingkan dengan posisi kewajiban neto pada 2018 sebesar US$317,3 miliar.
Adapun, rasio kewajiban neto PII terhadap PDB pada akhir 2019 tercatat sebesar 30,2 persen, menurun dibandingkan dengan rasio pada pada akhir 2018 sebesar 30,4 persen.
Pada 2019, posisi KFLN meningkat sebesar US$47,6 miliar atau 7,2 persen (yoy), terutama dipengaruhi oleh meningkatnya arus masuk modal berjangka panjang di tengah berlanjutnya ketidakpastian di pasar keuangan global.
Sementara itu, posisi AFLN juga meningkat US$26,6 miliar atau 7,7 persen (yoy) terutama didorong oleh naiknya simpanan penduduk pada perbankan di luar negeri.
“BI memandang perkembangan PII Indonesia pada kuartal IV 2019 dan keseluruhan 2019 tetap sehat.”
Hal ini tercermin dari struktur kewajiban neto PII Indonesia yang masih didominasi oleh instrumen berjangka panjang.
Meski demikian, BI menegsakan akan tetap mewaspadai risiko kewajiban neto PII terhadap perekonomian Indonesia.
Ke depan, BI meyakini kinerja PII Indonesia akan makin baik sejalan dengan stabilitas perekonomian yang terjaga dan pemulihan ekonomi Indonesia yang berlanjut didukung oleh konsistensi dan sinergi bauran kebijakan BI, kebijakan fiskal, dan reformasi struktural.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel