Bisnis.com, JAKARTA -- Bank besar diperkirakan akan memburu surat berharga sebagai sumber pendapatan di tengah melemahnya permintaan kredit akibat virus corona atau Covid-19.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan penempatan dana dalam bentuk surat berharga sudah lazim dilakukan bank dengan aset besar. Hal itu karena bank besar memiliki dana murah (current account and saving account/CASA) yang besar sehingga cost of fund menjadi sangat rendah.
Ketika permintaan kredit turun, bank-bank dengan CASA besar dan cost of fund rendah akan lebih banyak menempatkan dana di fasilitas deposito Bank Indonesia atau surat berharga negara (SBN) maupun yang diterbitkann Bank Indonesia. Kondisi sebaliknya terjadi pada bank dengan aset kecil yang sebagian besar mengandalkan dana mahal seperti deposito.
"Terjadinya hanya di bank-bank besar yg memiliki CASA yang besar dengan cost of fund yang rendah," kata Piter, Jumat (27/3/2020). Menurutnya, Bank kecil tidak mampu melakukan peningkatan penempatan surat berharga. Hal tersebut karena, selain memiliki cost of fund yang tinggi, likuditas bank kecil juga terbatas.
Minimnya pilihan bagi bank kecil untuk menyalurkan dana membuat perolehan laba diperkirakan akan anjlok karena harus membayar deposito yang mahal.
"Pilihan bank kecil memang terbatas, sangat terbatas, utamanya pada kredit. Makanya laba bank kecil terus menurun ketika penyaluran kredit terus melambat," katanya.
Berdasarkan statistik perbankan Indonesia yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga akhir tahun lalu penempatan surat berharga yang dilakukan bank umum mencapai Rp1.012 triliun. Nilai tersebut meningkat 7,5 persen dari posisi 2018 sebesar Rp941,936 triliun.
Penempatan surat berharga pada 2019 terdiri dari sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebesar Rp68,974 triliun, Surat Perbendahaaraan Negara (SPN) Rp38,212 triliun, Obligasi Rp712,173 triliun, dan bentuk surat berharga lainnya Rp193,336 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel