Cegah Corona, Yasonna Usul Napi Korupsi dan Narkotika Dibebaskan

Bisnis.com,01 Apr 2020, 16:25 WIB
Penulis: JIBI
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (kanan) dan Kepala Rutan Kelas II B SIak Gatot Suariyoko (kiri) meninjau kondisi bangunan pascakerusuhan di Rutan Kelas II B Siak Sri Indrapura, Kabupaten Siak, Riau, Senin (13/5/2019)./ANTARA-Rony Muharrman

Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengusulkan agar Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan segera direvisi. 

Yasonna mengatakan revisi PP No.9/2012 diperlukan untuk mencegah penyebaran virus Corona di lembaga pemasyarakatan. Pasalnya, saat ini kondisi lapas di Indonesia sudah melebihi kapasitas. 

Yasonna menuturkan ada empat kriteria narapidana yang bisa dibebaskan dengan revisi PP itu. Mulai dari terpidana narkoba hingga koruptor berusia lanjut dengan syarat yang ketat.

"Bagaimana merevisi PP Nomor 99 tentu dengan kriteria ketat untuk sementara ini," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR RI, Rabu, 1 April 2020. 

Yasonna menjelaskan kriteria pertama adalah narapidana kasus narkotika dengan masa pidana 5 sampai 10 tahun dan telah menjalani dua pertiga masa pidananya.

"Kami perkirakan per hari ini (berjumlah) 15.482 orang," ucapnya. 

Adapun, untuk terpidana korupsi, Yasonna mengatakan bisa dibebaskan dengan syarat sudah berusia 60 tahun ke atas dan telah menjalani dua pertiga masa tahanannya.

"Jumlahnya [narapidana sudah berusia 60 tahun ke atas] 300 orang," katanya. 

Sementara kriteria ketiga, Yasonna mengusulkan untuk diberikan kepada narapidana khusus dengan kondisi sakit kronis yang dinyatakan oleh dokter rumah sakit pemerintah.

Menurutnya, narapidana tersebut bisa bebas jika sudah menjalankan dua pertiga masa tahanannya. Jumlah terpidana khusus ini jumlahnya 1.457 orang.

Terakhir, menurut Yasonna, revisi PP 99 tahun 2012 bisa menyasar untuk membebaskan terpidana warga negara asing yang kini berjumlah 53 orang.

"Jadi kami akan laporkan ini di ratas (rapat terbatas) dan minta persetujuan presiden agar kebijakan revisi ini sebagai suatu tindakan emergency dapat kami lakukan," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fitri Sartina Dewi
Terkini