Bandar Negara Sebagai Pusat Pemerintahan Baru Lampung Masih Pro Kontra

Bisnis.com,01 Apr 2020, 12:53 WIB
Penulis: M. Syahran W. Lubis
RSUD Bandar Negara Husada, salah satu fasilitas yang telah dibangun di Kota Baru Bandar Negara di Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung./Dinkes Lampung

Bisnis.com, JAKARTA – Wacana pemindahan pusat pemerintahan Provinsi Lampung dari Kota Bandar Lampung ke Kota Baru Bandar Negara mengemuka kembali, tetapi ditandai dengan belum adanya pandangan yang sama dari kalangan akademisi mengenai kelanjutannya.

Rencana pembangunan Kota Baru Bandar Negara sebagai pusat pemerintahan baru Provinsi Lampung berawal sekitar 10 tahun lalu ketika Sjachroedin ZP masih menjadi gubernur provinsi paling selatan di Pulau Sumatra itu, tetapi kemudian tak berlanjut. Kota Baru ini berada di sebelah utara Kota Bandar Lampung dan masuk wilayah Kabupaten Lampung Selatan.

Staf pengajar Universitas Bandar Lampung Ilham Malik berpendapat rencana pembangunan Kota Bandar Negara hendaknya ditutup saja, sedangkan dosen FISIP Universitas Lampung (Unila) Syafarudin Rahman menilai rencana pembangunan pusat pemerintahan baru yang termasuk wilayah Kabupaten Lampung Selatan itu sebaiknya diteruskan.

“Saya berpendapat case closed. Kasus ini kita tutup sajalah,” ungkap Ilham dalam perbincangan dengan Bisnis pada Rabu (1/4/2020).

Dalam konteks membangun pusat pemerintahan Provinsi Lampung, dia menegaskan biaya membenahi Kota Bandar Lampung jauh lebih murah dibandingkan dengan memindahkan pusat pemerintahan dan membangun Kota Baru Bandar Negara.

Kalau pun jika ada suara-suara yang menyayangkan jika pembangunan Bandar Negara sebagai pusat pemerintahan dihentikan, dia menggarisbawahi diskursusnya bukan harus membangun sesuatu di Bandar Negara, melainkan bahas tuntas dahulu kebijakan politik dan anggarannya sampai tiba pada kesimpulan apakah kota baru itu perlu diteruskan atau tidak.

Dia berpandangan untuk memastikan perlu atau tidaknya pemindahan pusat pemerintahan Provinsi Lampung, diperlukan diskursus awal mengenai tujuannya dan anggarannya.

“Tentukan masa depan Lampung mau seperti apa dengan 15 kota dan kabupaten. Harus ada kejelasan, sehingga energi dan semua sumber daya mengarah ke sana. Untuk mencapai kesepakatan bersama itu perlu di-breakdown apa saja yang diperlukan. Rancang sesuatu yang kontekstual dengan masa depan Lampung dan itu belum tentu Bandar Negara,” tuturnya.

Dia menyayangkan pembahasan yang langsung masuk ke fase mengarahkan Bandar Negara harus dibangun sebagai pusat pemerintahan baru Provinsi Lampung dengan melompati dua tahap awal yakni penetapan kebijakan politik dan anggarannya.

“Jadi, diskusi yang berkembang langsung masuk ke tahap ketiga sehingga seolah-olah kita harus membangun Bandar Negara sebagai pusat pemerintahan baru,” ucapnya.

Dia menegaskan dua tahap awal itu harus dilakukan lebih dahulu, baru masuk ke tahap ketiga dengan memastikan perencanaan pembangunan kotanya seperti apa dan di sinilah peran city planner dan arsitek.

“Namun, kalau saya lebih melihat benahi saja Kota Bandar Lampung-nya, bukan memindahkan pusat pemerintahan. Dengan membenahi kota lama, biayanya jauh lebih murah. Selain itu, membangun pusat pemerintahan baru berpotensi mengabaikan Kota Bandar Lampung-nya sendiri,” paparnya lagi.

Khusus mengenai gedung-gedung yang sekarang digunakan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Lampung, dia menilai memang banyak yang perlu dibenahi. “Kita lihat sekarang gedung-gedung Kantor Gubernur kurng layak, tidak bisa dinikmati, banyak semak, saluran drainasenya tidak bagus. toilet dan sanitasinya buruk.”

Pembenahan berupa revitalisasi dan mempercantik kembali itu, menurut dia, bisa dilakukan sambil menunggu diskursus mengenai kebijakan politik apakah memang pusat pemerintahan Provinsi Lampung perlu dipindahkan.

Satu hal lagi yang diingatkan Ilham yakni membangun sebuah kota jangan dimaknai secara sederhana sebagai membangun jalan, gedung, fasilitas-fasiltas fisik semata, melainkan membangun sebuah sistem dan kehidupan dalam jangka panjang.

Dia juga memandang pendapat yang menyatakan bahwa jika Bandar Negara dibangun sebagai pusat pemerintahan baru, maka Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) akan meningkat, sebagai tujuan yang terlalu sederhana.

Sementara itu, Syafarudin Rahman justru berada di sisi berseberangan dengan Ilham. Menurut peneliti Labpolotda dan dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Unila itu, keberlanjutan pembangunan Bandar Negara sangatlah penting dengan sedikitnya 10 alasan.

Pertama, program ini telah dikaji secara matang di era Gubernur Sjachroedin ZP dan sudah ditetapkan peraturan daerahnya yakni Perda No. 2/2013 tentang Pembangunan Kotabaru Lampung.

Kedua, pembangunan Kotabaru Lampung merupakan prioritas yang harus diselesaikan pemda dan DPRD Lampung sesuai dengan tahapan pembangunan yang ditetapkan sesuai dengan Pasal 11 dan 12 Perda No. 2/2013.

Ketiga, dana yang tertanam di pembangunan Kotabaru itu sejak 2010 sudah mencapai miliaran rupiah.

Keempat, perkembangan Bandar Lampung sudah padat akibat tingginya pertumbuhan penduduk sehingga bebannya perlu dikurangi.

Kelima, pembangunan Lampung City Superblock di kawasan Telukbetung akan menambah beban Kota Bandar Lampung termasuk meningkatkan kemacetan lalu lintas.

Keenam, pembangunan tahap awal Kota Baru berupa gedung kantor gubernur, DPRD, masjid, kantor polisi, juga kampus Institut Teknologi Sumatera (Itera), ditambah kehadiran jalan tol yang dibangun pemerintah pusat, mendorong pengembangan wilayah sekitarnya sebagai kawasan penyangga.

Lima kecamatan yang menjadi kawasan penyangga sekaligus mitra Kota Bandar Lampung itu meliputi Natar, Jati Agung, Tanjungbintang, Merbau Mataram, dan Tanjungsari. 

Warga lima kecamatan tersebut kini ingin mengajukan proposal persiapan Kabupaten Bandar Lampung dengan pusat pemerintahan di kecamatan Jati Agung. Mereka pun meminta pencadangan lahan kantor pemerintahan di dalam 1.400 ha kawasan Bandar Negara yang berada dalam kuasa Pemprov Lampung.  

Ketujuh, kampus perguruan tinggi negeri dan swasta yang mendapatkan jatah lahan untuk perluasannya siap diimplementasikan secara bertahap begitu pembangunan kompleks perkantoran pemda, Forkopimda, dan instansi lainnya kembali berjalan.

Kedelapan, semua lembaga yang telah mendapatkan lahan di Bandar Negara perlu duduk bersama untuk pengimplementasiannya secara bertahap.

Kesembilan, pembangunannya perlu public private partnership sebagaimana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Kesepuluh, Rumah Sakit Bandar Negara Husada telah ditetapkan sebagai pusat penanganan COVID-19 di Lampung. Artinya, berbagai sumber daya di Bandar Negara yang selama ini “tertidur”, mulai diaktifkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: M. Syahran W. Lubis
Terkini