Investor Terus Fokus ke Penyebaran Virus Corona, Bursa Asia Melemah

Bisnis.com,02 Apr 2020, 08:52 WIB
Penulis: Aprianto Cahyo Nugroho
Investor mengamati papan perdagangan saham di sebuah kantor perusahaan sekuritas di Shanghai, China./ Qilai Shen - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARA – Bursa saham di Asia melemah pada awal perdagangan Kamis (2/4/2020) karena investor terus mengukur dampak langkah-langkah pemerintah untuk untuk mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19).

Berdasarkan data Bloomberg, indeks Topix dan Nikkei 225 bergerak melemah masing-masing 0,47 persen dan 0,87 persen, sedangkan indeks Kospi Korea Selatan melemah 0,95 persen.

Adapun, kontrak berjangka indeks S&P 500 menguat 1 persen setelah Wall Street ditutup melemah pada perdagangan Rabu (1/4/2020).

Dalam perkembangan virus terbaru, Prancis dan Spanyol kembali melaporkan lonjakan jumlah kematian, sementara Italia dan Jerman bergerak untuk memperpanjang masa lockdown hingga 19 April.

Pemerintah wilayah Florida di AS memerintahkan orang untuk tidak keluar rumah kecuali dalam keadaan mendesak. Sementara itu, Gubernur New York Andrew Cuomo mengatakan wabah COVID-19 mungkin belum mencapai puncaknya di negara bagian ini hingga April.

"Berita tambahan tentang virus dalam 24 hingga 48 jam terakhir telah mengecewakan," kata John Porter, manajer dana di Mellon Investments Corp, seperti dikutip Bloomberg.

"Ekonomi global telah terpojok, ada banyak ketidakpastian dan itu berkontribusi terhadap volatilitas di pasar dan pelemahan yang telah kita lihat beberapa hari terakhir,” ungkapnya.

Reli bursa saham global pekan lalu terancam karena perusahaan-perusahaan bergerak untuk memangkas dividen dan lebih banyak negara bagian AS memberlakukan pembatasan ketat pada pergerakan manusia.

"Tekanan ekonomi terbesar kemungkinan akan terjadi di bulan April," ungkap Abby Joseph Cohen, direktur penasehat dan analis investasi senior di Goldman Sachs. "Ini akan menjadi krisis yang berkepanjangan di AS."

Ssementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) melonjak di atas US$21 per barel setelah janji Presiden Donald Trump untuk bertemu dengan produsen Arab Saudi dan Rusia yang berseteru untuk mendukung pasar gagal meningkatkan harga secara substansial.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini