Ekonomi Prancis Berpotensi Alami Kinerja Terburuk Sejak 1945

Bisnis.com,06 Apr 2020, 19:46 WIB
Penulis: Nirmala Aninda
Logo Allianz di salah satu gedung di pusat bisnis di Paris, Prancis./Reuters-Jacky Naegelen

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mengatakan bahwa ekonomi negaranya pada tahun ini berpotensi mengalami penurunan terburuk setelah Perang Dunia II atau sejak 1945 sebagai dampak dari merebaknya virus corona atau Covid-19.

Menurut Le Maire, penurunan kali ini bahkan berpotensi melampaui kontraksi sebesar 2,2 persen saat krisis keuangan global terakhir pada 2009.

"Risiko ini menunjukkan besarnya guncangan ekonomi yang kami hadapi," katanya kepada Senat dalam sidang melalui teleconference, seperti dikutip melalui France24, Senin (6/4).

Sebelumnya, dalam penyampaian anggaran darurat pada Maret lalu, pemerintah Prancis memperkirakan bahwa ekonomi dapat terkontraksi 1 persen pada 2020. Namun, dengan perubahan kondisi terkini mereka harus melakukan revisi perkiraan.

Prancis memberlakukan himbauan nasional agar masyarakat tinggal di rumah sejak 17 Maret, pejabat pemerintah mengatakan lockdown akan berlangsung hingga setidaknya 15 April mendatang.

Adapun, kantor statistik INSEE mengatakan bulan lalu bahwa lockdown telah memangkas aktivitas ekonomi secara keseluruhan sebesar 35 persen, dan memperkirakan bahwa penutupan kegiatan bisnis setiap bulannya dapat memangkas produk domestik bruto (PDB) sebesar tiga poin persentase.

Menurut data INSEE, industri jasa, alat berat dan konstruksi di Prancis mengalami pukulan paling berat setelah pabrik-pabrik ditutup dan hanya sejumlah sektor bisnis utama, seperti supermarket dan apotek, yang tetap buka.

Sekelompok perusahaan blue chip Prancis juga telah memilih untuk mengabaikan target profibilitas tahun ini, sementara itu asosiasi pengusaha telah memperingatkan bahwa ratusan perusahaan dan toko kecil berisiko menghadapi kebangkrutan.

Pemerintahan Presiden Prancis Emmanuel Macron telah menjanjikan jaminan pinjaman dan batuan lainnya sebesar 45 miliar euro atau senilai US$49 miliar untuk membantu perusahaan melewati masa krisis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Oktaviano DB Hana
Terkini