Investor Cermati Jumlah Korban Jiwa Corona, Bursa Asia Turun

Bisnis.com,08 Apr 2020, 08:55 WIB
Penulis: Renat Sofie Andriani
Tokyo Stock Exchange atau Bursa Saham Tokyo, Jepang./ Kiyoshi Ota - Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Asia tergelincir dari rally-nya dan melemah pada perdagangan pagi ini, Rabu (8/4/2020), saat investor mencermati tanda-tanda melambatnya laju penyebaran virus corona (Covid-19) dan laporan mengenai lebih banyak korban jiwa akibat virus ini.

Berdasarkan data Bloomberg, kontrak berjangka indeks S&P 500 AS turun 0,6 persen pukul 10.30 pagi waktu Tokyo, setelah indeks saham acuan AS ini melandai 0,2 persen pada perdagangan Selasa (7/4/2020).

Pada saat yang sama, indeks Topix Jepang turun 0,3 persen, indeks S&P/ASX 200 Australia melorot 1,3 persen, dan indeks Kospi Korea Selatan terkoreksi 0,3 persen.

Seperti dilansir dari Bloomberg, pergerakan kontrak berjangka S&P 500 yang fluktuatif pagi ini menandakan lebih banyak volatilitas yang akan datang setelah indeks saham acuannya berbalik ke zona merah dan ditutup di posisi lebih rendah pada Selasa (7/4).

Meski indeks S&P 500 sempat mencapai kenaikan sebesar 20 persen dari level terendahnya di bulan Maret pada Selasa, angka kematian tertinggi sejauh ini akibat virus corona di Inggris dan negara bagian New York mengingatkan para investor bahwa wabah ini masih jauh dari kata terbendung.

New York mencatat 731 kematian dalam sehari terakhir akibat Covid-19, peningkatan terbesar secara harian, sedangkan jumlah korban tewas di negara bagian itu mencapai 5.489 orang, menurut Gubernur Andrew Cuomo.

Meski demikian, jumlah kasus baru di New York melambat dan Italia melaporkan jumlah infeksi baru yang paling sedikit sejak 13 Maret. Beberapa negara Eropa kemudian dikabarkan berencana untuk mengurangi pembatasan.

“Ketika kuartal berjalan, investor mulai memahami bahwa semua yang kami lihat adalah dalam bentuk bantuan dan sokongan untuk meredam perekonomian,” ujar Bob Michele, kepala investasi global di JPMorgan Asset Management, kepada Bloomberg TV.

"Bukanlah stimulus yang membuat ekonomi berjalan pada tingkat yang jauh lebih tinggi daripada titik di mana sedang berada,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rivki Maulana
Terkini