Bisnis.com, JAKARTA -- Wabah pandemi corona (COVID-19) saat ini memberikan tekanan kepada berbagai sektor ekonomi. Misalnya saja, sektor pariwisata, perhotelan, dan lainnya.
Sektor perbankan pun tidak luput terdampak dari virus yang pertama kali menyebar di Wuhan, China ini. Beberapa risiko yang dihadapi sektor perbankan di tengah penyebaran virus corona ini antara lain permintaan kredit yang berkurang dan potensi kenaikan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL).
Berdasarkan keterangan resmi yang diterima pada Jumat (10/4/2020), Sekretaris Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Muhammad Yusron menyampaikan secara umum, kondisi perbankan Tanah Air saat ini masih stabil.
Hal ini ditunjukkan dari beberapa indikator per Februari 2020, antara lain rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) mencapai 22,27 persen.
Kondisi likuiditas juga relatif cukup dengan rasio pinjaman terhadap pendanaan (loan to deposit ratio/LDR) yang mencapai 91,76 persen.
"Beberapa bank bahkan memiliki LDR yang lebih rendah, terutama BUKU I dan BUKU II dengan level 88 persen hingga 89 persen," ujar Yusron.
Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL gross) stabil di angka 2,79 persen dengan return on asset (ROA) sebesar 2,46 persen. Himpunan dana pihak ketiga (DPK) juga masih menunjukkan pertumbuhan sebesar 7,77 persen secara tahunan.
Data harian pada akhir Maret 2020 memperlihatkan simpanan masyarakat naik menjadi 9,79 persen yoy. "Demikian pula untuk tren rata-rata suku bunga simpanan industri perbankan yang masih mencatat tren penurunan sebesar 28 bps sepanjang kuartal I/2020 menjadi 5,50 persen," tambahnya.
Selain itu, secara berkala LPS membuat skrenario yang bertujuan menguji kecukupan dana LPS dalam melaksanakan fungsinya untuk menjamin simpanan nasabah dan resolusi bank.
LPS menyatakan dalam situasi normal, skenario yang digunakan LPS adalah menangani 1 bank kecil, 1 bank menengah besar, dan 5 BPR.
"Sehubungan dengan munculnya berita terdapat 8 bank yang berpotensi gagal, kami ingin menegaskan bahwa berita tersebut tidak benar," tambah Yusron.
Adapun, dalam hal pendanaan LPS tidak mencukupi untuk melaksanakan tugasnya, berdasarkan Pasal 20 ayat (1) huruf b jo. Pasal 24 ayat (1) Perpu Nomor 1 Tahun 2020, LPS dapat melakukan/menerima penjualan/repo SBN yang dimiliki LPS kepada Bank Indonesia, penerbitan surat utang, pinjaman kepada pihak lain dan/atau pinjaman kepada pemerintah.
Kebutuhan pendanaan LPS sebagaimana pada angka 3 merupakan bagian tindakan antisipasi dan forward looking KSSK untuk mencegah pemburukan perekonomian nasional dan/atau menjaga stabilitas sistem keuangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel