Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai harus memberikan insentif kepada industri perbankan dalam penerapan kebijakan restrukturisasi kredit.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai OJK tidak memiliki ketegasan pada kebijakan restrukturisasi dengan menyerahkan program tersebut ke masing-masing bank.
Kondisi ini pun membuat bank tidak serta merta melakukan kebijakan restrukturisasi pada semua jenis kredit.
Menurutnya, bank memiliki pertimbangan lain terkait dalam kebijakan restrukturisasi kredit karena berkaitan dengan arus kas. Pasalnya, apabila bank tidak cukup likuiditasnya maka penangguhan kredit secara keseluruhan akan berdampak ke pengetatan cash.
Padahal, bank harus memberikan gaji karyawan, biaya operasional kantor, dan sebagainya.
Oleh karena itu, Bhima menyatakan OJK harus memberikan insentif kepada bank agar sejalan dengan kebijakan restrukturisasi kredit.
Adapun, insentif yang dapat diberikan OJK adalah pembebasan iuran bank selama satu tahun. Pembayaran iuran bank dinilai cukup memberatkan di tengah kondisi penerapan restrukturisasi kredit.
"Ini [restrukturisasi kredit] akan merugikan bank, di sinilah OJK harus memberikan insentif bagi bank," katanya kepada Bisnis, Senin (13/4/2020).
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan sektor perbankan memang perlu berhati-hati dalam menerapkan kebijakan restrukturisasi karena berkaitan dengan sisi kecukupan modal.
Kebijakan restrukturisasi akan membuat terjadi perubahan jadwal cashflow dari masing-masing bank, yang kemudian akan mendorong pengetatan likuiditas perbankan.
Menurutnya, bank tetap akan berhati-hati melakukan restrukturisasi kredit meskipun Bank Indonesia sudah memberikan berbagai fasilitas likuiditas kepada perbankan sejak akhir tahun lalu, seperti pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM).
Saat ini, kecukupan modal perbankan atau capital adequacy rasio (CAR) secara keseluruhan masih berada di posisi yang relatif aman, yaitu sebesar 22,42 persen pada Februari, masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan batas aman berdasarkan Basel III yang sebesar 10,8 persen.
Apabila dilihat berdasarkan kelompok usaha, pada Januari 2020 CAR dari bank BUKU I, II, III, dan IV masih stabil di atas 20 persen, masing-masing sebesar 29,07 persen, 25,06 persen, 25,40 persen, dan 20,89 persen.
"Oleh karena itu, secara umum perbankan perlu membuat skala prioritas tertentu terkait sektor mana yang perlu diprioritaskan dalam kasus ini, mengingat adanya keterbatasan perbankan dalam hal likuiditas," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel