Bank Wajib Tambah Koleksi Surat Utang Negara, Begini Perhitungannya

Bisnis.com,14 Apr 2020, 18:37 WIB
Penulis: Maria Elena
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Kamis (9/4/2020). Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia menaikkan rasio penyangga likuditas makroprudensial (PLM) bagi bank umum konvensional sebesar 200 bps dan bank umum syariah/unit usaha syariah sebesar 50 bps.

Rasio PLM bank umum konvensional (BUK) yang sebelumnya sebesar 4% dari dana pihak ketiga (DPK), meningkat menjadi 6% dari DPK. Sementara itu, PLM bank umum syariah (BUS)/ unit usaha syariah (UUS) meningkat dari 4% menjadi 4,5%.

Dengan adanya aturan tersebut, BUK dan BUS/UUS diwajibkan menambah jumlah dana yang ditempatkan di surat hutang atau surat berharga negara.

Adapun berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan per Januari 2020, jumlah DPK bank konvensional tercatat sebesar Rp5.655,23 triliun, sedangkan DPK BUS dan UUS tercatat sebesar Rp414,94 triliun.

Berdasarkan perhitungan rasio yang baru, artinya bank harus menambah pembelian surat utang negara (SUN) sebesar Rp121,39 triliun.

Sejalan dengan kebijakan ini, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan, BI juga membuka ruang gadai surat utang (repo) bagi perbankan.

“Pemulihan ekonomi nasional dari dampak COVID-19 kami meningkatkan pelonggaran moneter, instrumen quantitative easing sepeti ekspansi operasi moneter penyediaan repo bank-bank atau korporasi dengan transaksi underlying SUN [surat utang negara] dan SBSN [Surat Berharga Syariah Negara] tenor 1 tahun,” kata Perry dalam paparan hasil Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa (14/4/2020).   

Perry menuturkan, seluruh surat berharga atau PLM dapat dijadikan underlying transaction atau jaminan untuk repo dari bank ke Bank Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini