Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri asuransi meminta adanya relaksasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan pemasaran produk unit-linked secara digital di tengah pandemi Covid-19.
Menjawab permintaan tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan pada dasarnya ide digitalisasi telah menjadi mimpi dan targetnya sejak pertama kali menjabat sebagai pucuk pimpinan OJK.
“Kita ini punya mimpi, waktu saya jadi Ketua OJK, pada bulan pertama, pada minggu pertama, saya inginnya mulai dari cara kerja hingga proses bisnis harus ditransformasikan jadi digital, ” katanya dalam pertemuan virtual dengan pimpinan redaksi sejumlah media, Kamis (16/4/2020) malam.
Wimboh mengatakan, dalam kondisi normal, transformasi digital sulit dilakukan terutama dari sisi pengawasan terhadap business process. Namun, dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini yang membuat aktivitas para pekerja jadi terbatas, Wimboh mengatakan digitalisasi proses bisnis yang dia idamkan justru terjadi.
“Kalau enggak ada Covid-19, (digitalisasi proses bisnis) ini sulit. Jadi sekarang dokumen kita proses lewat platform. Permohanan apapun sudah kita tolak, semua harus elektronik. Kita sudah mendapatkan tanda tangan biometric pakai electronic signature dari badan cyber,” tuturnya.
Dia melanjutkan, program transformasi OJK justru menjadi dipercepat oleh adanya penyebaran Covid.
“Nah, asuransi juga pasti bisa, tinggal bagaimana protokol hukumnya. Kami sudah dapat. Jadi untuk asuransi, hemat kami gak ada masalah. Best practice-nya sudah ada, tinggal contoh,” paparnya.
Hanya saja, Wimboh tidak memberikan jawaban tegas mengenai penerapan penjualan produk unit-linked dengan memanfatkan teknologi digital seperti yang selama ini dimohonkan oleh pelaku industri asuransi jiwa.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menjelaskan pihaknya telah mengajukan permohonan relaksasi penjualan produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI) atau unit-linked sebagai bentuk pelaksanaan physical distancing.
Menurutnya, penjualan produk unit-linked memerlukan pertemuan tatap muka antara calon nasabah dengan tenaga pemasar untuk mendapatkan penjelasan produk. Namun, hal tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan saat ini seiring mewabahnya virus corona.
Budi menjelaskan regulasi yang ada saat ini masih mewajibkan penjualan unit-linked secara tatap muka, oleh karena itu industri asuransi jiwa mengajukan relaksasi agar pemasaran dapat dilakukan melalui platform digital. Hingga saat ini, belum terdapat perkembangan dari permohonan tersebut.
"Belum [terdapat perkembangan dari permohonan relaksasi itu. Masih dibahas di internal mereka [OJK]," ujar Budi kepada Bisnis, Rabu (15/4/2020).
Budi menjelaskan bahwa pertemuan tatap muka antara tenaga pemasar dan calon nasabah dapat digantikan dengan penggunaan teknologi komunikasi.
Menurutnya, pemanfaatan platform digital tersebut tidak menghilangkan aspek langsung atau kedua pihak ada dalam waktu yang bersamaan sehingga penjualan polis tetap bisa efektif.
AAJI pun meminta OJK untuk menghapus kewajiban tanda tangan basah dalam kontrak polis unit link dan digantikan dengan tanda tangan digital atau elektronik. Alasannya sama, yakni untuk menghidari pertemuan secara langsung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel