Ada 3 Tujuan di Balik Kebijakan Pemangkasan GWM & Kenaikan PLM BI

Bisnis.com,17 Apr 2020, 15:59 WIB
Penulis: Maria Elena
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Selasa (14/4/2020). Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Indonesia telah memutuskan untuk memangkas giro wajib minimum (GWM) dan menaikkan rasio penyangga likuiditas makropudensial (PLM) industri perbankan.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan kebijakan tersebut memenuhi tiga tujuan sekaligus.

Pertama, untuk tujuan quantitative easing (QE). Melalui kebijakan tersebut Bank Sentral menambah dana yang digelontorkan senilai Rp102 triliun dan Rp15,8 triliun, sehingga total likuiditas yang dilepas BI ke pasar hampir senilai Rp420 triliun.

"Kedua, pada saat yang sama memperkuat manajemen likuiditas perbankan," ujarnya dalam Live Streaming Perkembangan Ekonomi Terkini, Jumat (17/4/2020).

Perry menyebutkan dengan kenaikan rasio PLM sebesar 200 basis poin, SBN yang dimiliki bank-bank akan meningkat sebesar 2 persen dari himpunan dana pihak ketiga (DPK) masing-masing bank. Bank dapat me-repo-kan SBN yang dimiliki kepada Bank Indonesia, baik dari PLM maupun yang sudah ada sebelumnya, untuk memperkuat likuiditas dan manajemen keuangan.

Tujuan ketiga adalah pendanaan kebutuhan fiskal. Dengan kenaikan rasio PLM bank, maka bank wajib membeli SBN yang diterbitkan oleh pemerintah. Kebutuhan pembiayaan fiskal bisa dipenuhi dengan penerbitan SBN senilai Rp102 triliun.

"Jadi, tiga tujuan itu bisa dipenuhi. kalau sudah berlangsung, pendanaan fiskal juga bisa terpenuhi dan kebutuhan dari lelang reguler bisa dikurangi," kata Perry.

Adapun, seusai RDG pada Selasa (14/4/2020), BI mengeluarkan tiga kebijakan yakni menurunkan giro wajib minimum, meningkatkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial, dan melonggarkan aturan kartu kredit.

BI menurunkan GWM masing-masing sebesar 200 basis poin (bps) untuk bank umum konvensional, yang mendapatkan maupun tidak mendapatkan kelonggaran GWM harian, serta 50 bps untuk bank umum syariah dan unit usaha syariah yang mendapatkan maupun tidak mendapatkan kelonggaran GWM harian.

BI juga meningkatkan rasio penyangga likuiditas makroprudensial bank umum konvensional dari sebelumnya 4 persen DPK dalam rupiah menjadi 6 persen. Bank Umum Syariah maupun Unit Usaha Syariah juga mendapatkan kebijakan peningkatan rasio penyangga likuiditas makroprudensial dari sebelumnya 4 persen DPK Rupiah menjadi 4,5 persen.

Bank Sentral juga merilis kebijakan pelonggaran kartu kredit yang efektif mulai 1 April 2020. Pelonggaran tersebut yakni penurunan batas maksimum suku bunga, penurunan sementara nilai pembayaran minimum, penurunan sementara besaran denda keterlambatan bayar, dan mendukung kebijakan penerbit kartu kredit untuk memperpanjang jangka waktu pembayaran bagi nasabah yang terdampak Covid-19.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini