Perlu Dicari Obat, Iklim Investasi di Indonesia Dianggap Tidak Sehat

Bisnis.com,20 Apr 2020, 20:36 WIB
Penulis: Ipak Ayu H Nurcaya
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani, memberikan paparan pada Indonesia-Korea Business Dialogue di Tangerang, Senin (6/8/2018)./JIBI-Dwi Prasetya

Bisnis.com, JAKARTA —Perbedaan persepsi investor asing dan lokal terhadap iklim usaha Indonesia memengaruhi realisasi investasi dalam negeri dan luar negeri. Bagi kalangan pengusaha, perbedaan persepsi tersebut dianggap tidak sehat.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Shinta W. Kamdani mengatakan hasil realisasi investasi kuartal I/2020 merupakan perlu diapresiasi dan menjadi berita yang memberi optimisme di tengah kekhawatiran krisis ekonomi dunia dan nasional karena pandemi Covid-19.

Hanya saja, pihaknya berharap, BKPM dapat terus mengawal pelaksanaan investasi ini dan mendukung implementasi penanaman modal, sehingga tidak hanya sekadar capaian di atas kertas. Dengan demikian, semua dapat memastikan bahwa ekonomi kita tidak stagnan seperti yang kita khawatirkan bersama.

"Catatan lain dari laporan BKPM yang harus menjadi perhatian kita adalah besarnya gap persepsi investasi antara investor dalam negeri dan investor asing terhadap investasi di Indonesia, yang menciptakan penurunan signifikan di sisi PMA tetapi peningkatan di sisi PMDN,” katanya, katanya kepada Bisnis, Senin (20/4/2020).

Menurutnya, gap persepsi investasi yang besar antara penanam modal lokal dan asing dapat dikatakan tidak sehat. Setidaknya, tampak gambaran iklim usaha Indonesia belum betul-betul meningkat di mata investor asing.

Dilihat dari sisi eksternal, Shinta mengatakan perbedaan persepsi bisa berasal dari penurunan kepercayaan global terhadap negara berkembang  termasuk Indonesia, karena krisis. Selain itu, bisa juga akibat penurunan daya saing iklim usaha nasional di mata investor asing.

Dari sisi internal, kemungkinan bias kepentingan dalam iklim usaha nasional, dapat menjadi penyebab peningkatan realisasi PMDN yang signifikan.

Untuk itu, menurutnya, perlu ada pendampingan ekstra, meningat hampir seluruh sektor yang meningkat pendapatan investasinya adalah sektor yang highly regulated atau bertumpu pada kebijakan pemerintah.

Perbedaan persepsi investasi ini harus betul-betul diwaspadai dan dikelola dengan hati-hati oleh pemerintah.

Pasalnya, secara agregat nilai investasi secara year-on-year tidak meningkat cukup signifikan bahkan bisa dikatakan stagnan di angka 1,2 persen bila dibandingkan dengan kebutuhan goal pertumbuhan ekonomi nasional.

Bila Indonesia mengharapkan percepatan pertumbuhan ekonomi nasional, maka diperlukan peningkatan investasi yang signifikan baik dari dalam dan luar negeri.

Faktor peningkatan investasi asing menjadi signifikan karena kekuatan investasi nasional memiliki batas dari sisi nilai investasi, teknologi, best practices, dan lainnya.

"Jadi, iklim investasi nasional harus ditingkatkan secara keseluruhan bukan hanya karena faktor satu-dua kebijakan. Persepsi atas iklim usaha nasional juga harus dibuat seimbang dan fair antara pelaku usaha dalam negeri dan luar negeri sehingga tujuan ekonomi nasional betul-betul tercapai," ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: David Eka Issetiabudi
Terkini