S&P Revisi Prospek Indonesia, Bagaimana Imbasnya ke Pasar Obligasi?

Bisnis.com,20 Apr 2020, 05:00 WIB
Penulis: M. Nurhadi Pratomo
Ilustrasi OBLIGASI. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com,JAKARTA — Revisi prospek atau outlook utang jangka panjang Indonesia dari stabil menjadi negatif oleh lembaga pemeringkat S&P Global Ratings disebut berdampak minim terhadap pasar obligasi Indonesia.

S&P Global Ratings merevisi prospek utang jangka panjang Indonesia menjadi negatif dari sebelumnya stabil. Namun, lembaga pemeringkat itu masih mempertahankan peringkat BBB untuk utang jangka panjang Indonesia dan AA untuk utang jangka pendek.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan penurunan outlook memang menjadi berita negatif. Akan tetapi, revisi itu tidak hanya dialami oleh Indonesia.

“Sedikit banyak akan merubah persepsi pasar walau hanya jangka pendek,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (19/4/2020).

Ramdhan memperkirakan revisi outlook Indonesia tidak akan berdampak banyak terhadap pergerakan imbal hasil atau yield surat berharga negara (SBN) Indonesia serta aliran dana asing keluar. Pasalnya, pelaku pasar memahami alasan penurunan prospek di tengah kondisi penyebaran pandemi COVID-19.

“Pasar memahaminya ini force majeure dan tidak hanya menimpa Indonesia,” jelasnya.

Dikutip melalui laman resmi www.worldgovernmentbonds.com Minggu (19/4/2020), yield surat utang negara (SUN) Indonesia tenor 10 tahun berada di level 8,039 persen. Sementara itu, premi credit default swap (CDS) bertenor 5 tahun di posisi 201,2802 atau naik 1,49 persen dalam sepekan.

Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana mengatakan revisi outlook memperlihatkan adanya tingkat risiko yang meningkat dalam perekonomian Indonesia. Hal itu termasuk di pasar modal dan pasar surat utang.

Namun, Fikri menggarisbawahi bahwa revisi hanya dilakukan terhadap outlook. Artinya, S&P Global Ratings secara fundamental masih melihat bahwa perubahan fundamental relatif belum signifikan.

“Saya lihat yield SUN dan capital flow sudah priced in. Hal ini juga dikarenakan pasar keuangan baik pasar modal maupun surat utang relatif sangat sensitif terhadap setiap perubahan karenanya kalaupun ada perubahan itu pun akan relatif kecil,” paparnya.

Data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan total persentase kepemilikan asing dalam surat berharga negara (SBN) rupiah yang dapat diperdagangkan sebesar 32,12 persen per 16 April 2020. Posisi itu menyusut dari 38,57 persen pada akhir 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rivki Maulana
Terkini