Ini Kendala Skema Penyerapan Ayam Peternak Mandiri

Bisnis.com,22 Apr 2020, 20:04 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Pedagang menyusun ayam potong di Pasar Modern, Serpong, Tangerang Selatan, Senin (2/6/2019)./Bisnis-Endang Muchtar

Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pemerintah untuk menugaskan BUMN pangan dan perusahaan unggas terintegrasi menyerap ayam peternak mandiri dalam rangka stabilisasi pasokan diyakini bakal sulit.

Masalah terbesar terletak pada kanal penyaluran karena tidak semua ayam tersebut dapat disalurkan ke pasar basah. Pemanfaatan rantai dingin pun terkendala lantaran kapasitas pemotongan dan penyimpanan secara nasional belumlah memadai.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Rumah Potong Hewan Unggas Indonesia (Arphuin) P. Nono mengemukakan bahwa kapasitas penyimpanan dingin (cold storage) untuk ayam saat ini mencapai 90.000 ton. Namun jika menghitung kapasitas penyimpanan pendingin untuk produk protein hewani lainnya, Nono mengatakan kapasitasnya bisa lebih besar.

"Tapi sekarang harga komoditas banyak yang turun sehingga lebih banyak yang menyimpan, dari segi kapasitas untuk serapan 12 juta ekor cukup sulit," kata Nono kepada Bisnis, Rabu (22/4/2020).

Dalam hal menyerap produksi unggas yang besar, Nono pun mengatakan pemerintah perlu memperhatikan kapasitas blast freezer, alat yang digunakan untuk membekukan daging ayam. Menurutnya, kapasitas blast freezer hanya setengah dari kapasitas alat pemotongan yang mencapai 1,5 juta ekor per hari.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar) Jawa Tengah Pardjuni pun mengemukakan permasalahan teknis yang dihadapi dalam penyerapan. Dia menjelaskan bahwa rumah potong ayam (RPA) modern hanya bisa beroperasi dengan standar unggas tertentu.

"Mesin-mesin ini hanya bisa beroperasi untuk ayam ukuran 1,5 kilogram sampai 1,8 kilogram. Di atas itu tidak bisa diserap. Ini pun kami sampaikan ke pemerintah kendalanya," kata Pardjuni.

Dia pun mempertanyakan durasi kebijakan ini. Jika bersifat sementara, Pardjuni khawatir peternak mandiri akan kembali menghadapi kendala yang sama.

Sekretaris Jenderal Pinsar Arif Kariyadi mengemukakan bahwa sejumlah perusahaan swasta telah mulai mengimplementasikan penyerapan peternak mandiri. Namun dia mengatakan serapan pun terbatas karena banyak perusahaan terintegrasi yang juga mengoperasikan peternakan sendiri.

"Sejauh ini ada perusahaan pakan, mereka tidak punya peternakan jadi menyerap satu juta ekor, ini seperti CSR-nya mereka," kata Arif.

Dia menjelaskan bahwa perusahaan tersebut berkomitmen membeli livebird Rp2.000 lebih tinggi dari harga pasaran. Meski masih di bawah acuan sebagaimana tercantum dalam Permendag Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen. Namun Arif mengatakan hal tesebut sudah cukup mengangkat beban peternak yang terus merugi dalam sebulan terakhir.

Sebagai langkah antisipasi menghadapi potensi harga yang kembali bergejolak seiring berkurangnya permintaan akibat COVID-19, Arif mengatakan banyak peternak yang kini mulai mengurangi produksi atau chick ini.

"Kami sudah kurangi produksi, bahkan ada yang ga beroperasi sama sekali. Harapannya sebulan mendatang harga bisa membaik," ujarnya.

Aksi serupa pun dilakukan oleh perusahaan pembibitan anak ayam usia sehari (DOC). Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) Achmad Dawami mengemukakan bahwa telah banyak perusahaan yang melakukan pemangkasan populasi secara mandiri.

"Harga sudah hancur-hancuran, sampai Rp1.000 dan Rp2.000 per ekor. Tanpa disuruh kami sudah cutting populasi," ujar Dawami.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yustinus Andri DP
Terkini