Bisnis.com, JAKARTA — Penurunan penyaluran kredit pertambangan tidak dapat terhindarkan seiring dengan penurunan harga minyak dunia tahun ini.
Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani mengatakan penurunan harga minyak sangat berpengaruh pada kecenderungan perbankan untuk menyalurkan kredit baru ke sektor ekonomi pertambangan dan penggalian yang didominasi oleh komoditas batu bara.
“Kalau melihat tren saat ini, terjadi perubahan pola yang cukup signifikan. Penyaluran kredit pertambangan akan menurun seiring dengan penurunan harga minyak ini,” katanya, Minggu (26/4/2020).
Sebagai informasi, pada penutupan perdagangan Jumat (24/4/2020), harga minyak WTI kontrak Juni 2020 berada di level US$16,94 per barel. Adapun, harga minyak Brent kontrak Juni 2020 berada di angka US$21,44 per barel.
Dikutip dari Bloomberg, harga minyak pada pekan ini penuh gejolak karena perubahan harga yang liar. Bahkan, akhir jual investor besar-besaran membuat WTI kontrak Mei 2020 mencapai harga di bawah 0 atau minus.
Aviliani menjelaskan penurunan harga minyak dunia akan membuat banyak pengguna komoditas energi batu bara mulai melakukan shifting ke minyak karena harga lebih terjangkau. Hal ini tentunya akan membuat produsen batu bara tertekan.
“Ini harga minyak bahkan negatif, tentunya akan ada shifting yang membuat produsen batu bara kesulitan, dan menurunkan permintaan kredit mereka,” katanya.
Di sisi lain, dia menyebutkan beberapa bank asing juga telah melihat tren ini dan menyadari semakin tingginya risiko penyaluran kredit pertambangan ini.
“Beberapa memang sudah berkomitmen, tetapi komitmen ini lebih karena perubahan pola konsumsi energi, yang membuat peningkatan eksposure kreditnya menjadi lebih berisiko," katanya.
Terlepas hal tersebut, Aviliani menyebutkan perbankan saat ini perlahan telah mulai melakukan diversifikasi dari pertambangannya.
Penggunaan energi terbarukan pun sudah harus menjadi prioritas karena otoritas pengawas pun sudah menyusun aturan terkait dengan keuangan berkelanjutan.
“Diversifikasi ini memang tidak akan terjadi cepat karena butuh waktu 5 tahun sampai 10 tahun. Namun, hal ini sudah dilakukan baik oleh bank asing maupun dalam negeri,”
Sebelumnya, Presiden Bank Jepang untuk Kerja Sama Internasional (The Japan Bank for International Cooperation/JBIC) Tadashi Maeda mengatakan tidak akan lagi memberikan pendanaan terhadap proyek PLTU batu bara.
Tadashi mencontohkan Indonesia sedang mencoba mendorong energi terbarukan. Namun, energi terbarukan adalah menurut dia tidak stabil untuk jenis yang bergantung pada kondisi cuaca.
Oleh karena itu, JBIC menawarkan solusi untuk beralih ke pembangkit listrik termal LNG (liquefied natural gas), yang lebih sedikit CO2 (karbon dioksida) daripada tenaga batu bara, untuk mengimbangi.
“Saya akan mengatakan ini berulang kali, tetapi mulai sekarang, kami tidak akan menerima proyek untuk proyek PLTU batu bara baru. Namun, masih disalahpahami oleh publik bahwa saya berpegang teguh pada PLTU batu bara,“ katanya, dalam informasi tertulis, Jumat (24/4/2020).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel