Importir Minta Adanya Aturan Teknis Perpres Penyederhanaan Izin Impor

Bisnis.com,27 Apr 2020, 19:17 WIB
Penulis: Iim Fathimah Timorria
Sejumlah truk mengantre muatan peti kemas di Terminal Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (13/2/2020). ANTARA FOTO/Didik Suhartono

Bisnis.com, JAKARTA -  Kalangan importir mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan aturan teknis agar pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2020 tentang Penataan dan Penyederhanaan Perizinan Impor dapat segera dieksekusi.

Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi mengemukakan bahwa Perpres yang diundangkan pada 14 April lalu itu masih bersifat umum dan belum secara jelas mengatur komoditas apa saja yang bisa dikecualikan dari proses perizinan dalam situasi tertentu. Nihilnya prosedur yang jelas disebutnya justru bisa menimbulkan kerugian.

"Pemerintah banyak mengeluarkan peraturan tentang kemudahan, tapi tidak dibarengi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya, akibatnya di level bawah tidak bisa memberi layanan yang dimaksud," ujar Subandi kepada Bisnis, Senin (27/4/2020).

Subandi mengatakan permasalahan yang kerap mengiringi importasi pangan dan bahan baku adalah masih maraknya permainan oknum dan perusahaan tertentu. Dia tak memungkiri jika kegiatan impor terkadang hanya dimonopoli oleh segelintir importir yang mendapat izin impor.

"Persoalan impor bahan pangan di perizinan impor yang sering jadi permainan dan hanya perusahaan tertentu saja yang mendapat izin. Badan Pengawas Obat dan Makanan juga tidak punya standar waktu maupun materi yang diperiksa," ujar Subandi.

Oleh karena itu, dia pun mendesak agar pemerintah membuat prosedur pelaksanaan agar Perpres ini efektif dan bisa dirasakan oleh pelaku usaha. Di sisi lain, dia pun menyarankan pembentukan pusat pengaduan agar kendala di lapangan dapat segera teratasi.

Dalam Perpres 58 Tahun 2020, persyaratan teknis yang mengiringi importasi produk-produk yang diatur dapat ditangguhkan atau dikecualikan. Penangguhan ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah aspek yang meliputi kesehatan, keamanan, keselamatan, dan lingkungan.

Adapun keadaan yang dikategorikan dalam Perpres tersebut sebagai kondisi tertentu yakni kondisi kebutuhan mendesak atau harga yang melebihi tingkat kewajaran, kurangnya atau terbatasnya pasokan di dalam negeri atau internasional, serta hambatan lalu lintas perdagangan dan/atau terganggunya distribusi.

Persoalan perizinan memang kerap membayangi pasokan bahan pangan impor di Tanah Air. Salah satu sengkarut dalam importasi sebelumnya sempat terjadi pada pasokan bawang bombai dan bawang putih pada kuartal I 2020 akibat rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian dan surat persetujuan impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan yang tak kunjung terbit.

 Akibat keterlambatan tersebut, harga bawang bombai di pasaran sempat menyentuh level Rp150.000 per kilogram naik 500 persen dari harga normal yang berkisar di level Rp30.000 per kilogram. Hal serupa pun terjadi pada bawang putih yang sempat menyentuh Rp50.000 per kilogram pada Februari lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Yustinus Andri DP
Terkini