Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Pembangunan Daerah Bali mengaku kesulitan dalam menghadapi moral hazard beberapa debitur kredit yang memanfaatkan kebijakan relaksasi restrukturisasi (keringanan) kredit.
Direktur Kredit BPD Bali I Made Lestara Widiatmika mengatakan pandemi akibat virus corona (Covid-19) menganggu banyak aktivitas ekonomi. Namun, beberapa debitur justru kurang paham terhadap kondisi sesungguhnya dan serta merta meminta keringanan dari pihak perbankan.
“Di lapangan itu sulit. Ketika sudah mendapat konfirmasi dari Presiden, langsung banyak yang berkelit dan meminta keringanan. Bahkan, ada yang langsung sulit dihubungi,” katanya kepada Bisnis, Senin(27/4/2020).
Di luar itu, Made menyebutkan perseroan juga terkendala masalah legal dalam restrukturisasi kredit yang mengharuskan tanda tangan surat penjanjian secara langsung. Padahal di tengah pandemi ini, perseroan berupaya semaksimal mungkin meminimalisir kontak fisik dari para karyawannya.
“Untuk hal ini, kami masih menunggu relaksasi dari otoritas pengawas agar masalah legal dapat dicarikan solusi, agar bisa lewat aplikasi pesan instan atau telepon terlebih dahulu,” katanya.
Sebagai informasi, perseroan akan melakukan restrukturisasi kredit ke sekitar 7.000 debitur dengan nilai kredit sekitar Rp1,8 triliun.
Made menyebutkan, Bank Bali saat ini memiliki porsi kredit sebesar 43 persen untuk bidang komersil dan 57 persen untuk bidang konsumtif.
Adapun, untuk sektor-sektor usaha di Bali saat ini mayoritas atau hampir 70 persen bergerak di bidang pariwisata seperti perhotelan dan restoran. Sektor ini termasuk yang paling tertekan akibat penyebaran Covid-19.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel