AS vs China: Antara Perang Dingin dan Konsekuensi Global

Bisnis.com,04 Mei 2020, 07:04 WIB
Penulis: John Andhi Oktaveri
Presiden AS Donald Trump berbicara dalam acara penandatanganan UU Otoritas Pertahanan Nasional untuk Tahun Fiskal 2020 di Pangkalan Militer Gabungan (Joint Base) Andrews, Maryland, AS, Jumat (20/12/2019)./Reuters-Leah Millis

Meski pergeseran ini akan membuat kebanyakan orang Amerika Serikat tidak nyaman, akan tetapi pemerintah AS tampaknya kesulitan dalam membangun semangat kolektifnya.

Program America First bertentangan dengan globalisasi yang kian meluas.  Pada saat yang sama, ada kekhawatiran akan kerentanan rantai pasokan globl.

Banyak orang AS marah atas dugaan kesepakatan dan praktik perdagangan yang tidak adil. Mereka juga marah dengan dana AS yang dinilai tidak proporsional untuk lembaga-lembaga seperti Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.

Mereka curiga bahwa sekutu keamanan AS di Eropa, Asia, dan di tempat lain akan turut tidak membayar bagian yang adil.

Paradoksnya, peralihan ini terjadi tepat ketika tabungan domestik AS yang sudah tertekan mendapat tekanan besar dari ledakan defisit pemerintah terkait pandemi Covid-19.

Selain memperdalam defisit transaksi berjalan dan defisit perdagangan yang menjadi musuh  utama agenda America First, kondisi itu akan  menimbulkan tantangan besar bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Rasio utang terhadap PDB AS yang mencapai 79 persen pada 2019, sekarang hampir pasti akan jauh di atas rekor 106 persen yang pernah dicapai pada akhir Perang Dunia II.

Pada sisi lain, dengan suku bunga nol persen, sepertinya tidak akan ada yang peduli. Masalahnya: suku bunga tidak akan bertahan nol selamanya, dan pertumbuhan ekonomi di AS yang terlilit utang akan rentan terkena biaya pinjaman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nancy Junita
Terkini