Pengawasan OJK Lemah, BPK Beri Catatan 7 Bank. Ini Rinciannya

Bisnis.com,06 Mei 2020, 08:15 WIB
Penulis: Annisa Sulistyo Rini
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah merilis Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2019.

Dalam laporan tersebut, BPK menyatakan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap 7 bank secara individual tidak sepenuhnya sesuai ketentuan.

OJK sendiri memiliki fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan dan bertugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiaan jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, serta industri keuangan nonbank.

Pengawasan bank-bank oleh OJK yang disoroti BPK yaitu terhadap penggunaan fasilitas kredit modal kerja debitur inti di PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Lalu, permasalahan hapus buku kredit di PT Bank Yudha Bhakti Tbk., serta penetapan kelulusan Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (PKK) seorang direksi yang tidak mempertimbangkan pelanggaran penandatanganan kredit di PT Bank Mayapada Tbk.

"Underlying transaction terkait dengan aliran dana dari rekening debitur menjadi deposito atas nama Komisaris Utama Bank Mayapada dan perubahan tingkat kolektabilitas kredit di Bank Papua," demikian yang tertulis dalam laporan tersebut.

BPK juga menyebutkan pengawas PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk., PT Bukopin Tbk., dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. tidak merekomendasikan untuk melakukan koreksi atas kredit bermasalah atau nonperforming loan (NPL), cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), dan/atau kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) sesuai dengan hasil pemeriksaan Tahun 2018.

Hal-hal tersebut mengakibatkan penyimpangan ketentuan pada pemberian kredit di BTN tidak dapat dideteksi oleh pihak regulator. Status pengawasan Bank Banten periode Desember 2018 dan Bank Muamalat setelah 2019 dinilai tidak mencerminkan kondisi terkini.

"Kesulitan permodalan pada Bank Banten dan Bank Muamalat tidak jelas waktu penyelesaiannya."

Sementara itu, penyelesaian batas minimum pemberian kredit Bank Yudha Bhakti tidak sesuai dengan komitmen bank berdasarkan hasil pemeriksaan OJK dan terdapat risiko pelanggaran ketentuan atas kredit yang dilakukan hapus buku.

Terkait dengan permasalahan di Bank Mayapada, BPK menyatakan batas pelanggaran batas minimum pemberian kredit belum bisa dipastikan keterjadiannya. Selain itu, kondisi NPL dan laba belum dapat diselesaikan, serta terdapat perjanjian kredit ditandatangani oleh pihak yang berwenang.

"Indikasi dugaan fraud perubahan data core banking di Bank Papua tidak dapat diselesaikan dengan tuntas dan berpotensi akan terluang kembali di masa yang akan datang," tulis laporan BPK.

Menanggapi laporan BPK tersebut, Direktur Utama Bank Bukopin Eko Rachmansyah Gindo menegaskan bahwa perseroan tidak pernah menjadi objek audit BPK. Pasalnya, perseroan memiliki komposisi pemegang saham yang beragam.

Saat ini, pemegang saham perseroan adalah PT Bosowa Corporindo (23,40 persen), KB Kookmin Bank (22 persen) Pemerintah Negara Republik Indonesia (8,92 persen), Kopelindo (7,5 persen), dan publik (38,2 persen).

“Kami sampaikan bahwa posisi pemeriksaan dari laporan IHPS II – BPK RI khusus untuk Bank Bukopin adalah per posisi 31 Desember 2017. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, Bank Bukopin telah mempublikasikan Laporan Keuangan tahun 2017 yang telah di audit oleh akuntan publik KAP Purwantono, Sungkoro & Surja (afiliasi Ernst & Young Indonesia),” katanya melalui siaran pers, Rabu (6/5/2020).

Eko menjelaskan bahwa pada laporan per 31 Desember 2017 tersebut, posisi rasio KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) berada pada kisaran 10,5 persen.

Oleh karena itu, pada kuartal II/2018, Bank Bukopin merealisasikan aksi korporasi berupa rights issue, yang membawa masuk Kookmin Bank sebagai pemegang saham. Perolehan dana tambahan modal hasil rights issue tersebut telah efektif sejak Juli 2018.

Dia menjelaskan dengan masuknya KB Kookmin Bank sebagai pemegang saham, kondisi rasio permodalan Bank Bukopin sudah membaik. Menurutnya, pernyataan terkait dengan Bank Bukopin pada IHPS II/2019 sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini.

Per 2017, rasio KPMM emiten berkode saham BBKP ini memang tercatat pada level cukup rendah, yakni 10, 52 persen. Posisi rasio ini turun dari 11,62 persen pada 2016 yang sudah merupakan hasil restatement atau penyampaian ulang laporan keuangan.

Namun, per akhir 2018, rasio KPMM perseroan sudah naik ke level 13,41 persen. Hal ini terjadi setelah perseroan melakukan Penawaran Umum Terbatas IV Tahun 2018 yang mendatangkan dana segar senilai Rp1,46 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini