Bisnis.com, JAKARTA - Pada semester II/2019, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan atas kegiatan operasional pada enam badan usaha milik daerah (BUMD).
Salah satunya adalah kepada PT Banten Global Developmet (BGD), BUMD yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Banten.
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2019, BPK mencatat permasalahan utama yang dihadapi BGD adalah belum memiliki sistem dan prosedur yang jelas dan baku untuk melaksanakan pembinaan terhadap anak perusahaan, khususnya Bank Banten. Selain itu, SOP BGD juga dinyatakan belum berjalan optimal oleh BPK.
"PT BGD dalam memilih Bank Pundi sebagai target akuisisi tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian sesuai SOP perusahaan dan peraturan perundang-undangan," demikian tertulis dalam laporan IHPS II Tahun 2019 BPK.
Sebagai informasi, Bank Banten merupakan bank pembangunan daerah Provinsi Banten, yang semula bernama Bank Pundi. Nama ini berubah seiring dengan proses akuisisi yang dilakukan BGD pada medio 2016. Dana yang disiapkan saat itu sekitar Rp800 miliar.
Berdasarkan komposisi kepemilikan saham bank dengan kode saham BEKS tersebut per 31 Maret 2020, BGD menjadi pemegang saham mayoritas dengan persentase 51,00 persen atau 32,69 miliar lembar. Adapun, BGD dikuasai oleh Pemerintah Provinsi Banten dengan komposisi kepemilikan 99,94 persen.
Selain Pemprov Banten, porsi kepemilikan masyarakat di BEKS terbilang besar. Tercatat, masyarakat memegang kepemilikan sebesar 49 persen atau sekitar 31,41 miliar lembar.
BPK menilai permasalahan tersebut mengakibatkan investasi BGD atas akuisisi Bank Pundi tidak dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya bagi daerah, serta perusahaan menanggung risiko kegagalan investasi menjadi lebih tinggi.
BPK pun merekomendasikan kepada para direksi BUMD, salah satunya untuk melakukan investasi sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan mempertimbangkan risiko investasi yang dilakukan.
Secara keseluruhan, hasil pemeriksaan operasional pada 6 BUMD mengungkapkan 53 temuan yang memuat 79 permasalahan.
Permasalahan tersebut meliputi 41 kelemahan sistem pengendalian intern, 30 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan senilai Rp450,80 miliar, dan 8 permasalahan 3E senilai Rp2,81 miliar
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel