Salurkan Pinjaman Likuiditas, Bank Jangkar Dapat Untung

Bisnis.com,06 Mei 2020, 16:52 WIB
Penulis: Ni Putu Eka Wiratmini
Petugas menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Kamis (19/3/2020). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan bank peserta atau bank jangkar yang menjalankan fungsi channeling bantuan likuiditas dari pemerintah akan mendapatkan untung.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan bank peserta yang akan menjalankan fungsi channeling dalam menyalurkan bantuan likuiditas atas kredit yang digadaikan adalah bank-bank besar, BUMN maupun non-BUMN. Dengan hanya memiliki fungsi channeling, bank bersangkutan tidak akan memiliki tanggung jawab sama sekali.

Pinjaman likuiditas yang diberikan kepada bank yang membutuhkan akan berlangsung dalam jangka waktu pendek yakni maksimal 90 hari sesuai aturan BI dan OJK.

"Jadi channeling saja, betul, bank peserta itu tidak mendapatkan risiko apa-apa, malah profit," katanya dalam rapat bersama Komisi XI DPR secara live streaming, Rabu (6/5/2020).

Sebaliknya, tanggung jawab kredit justru tetap melekat pada bank yang melakukan penggadaian. Apabila, bank bersangkutan tidak bisa membayar pinjaman likuiditas akan menimbulkan risiko pada pemerintah.

Padahal, di satu sisi, bank bersangkutan masih memiliki agunan atas kredit yang digadaikan tersebut.

"Nah, itu risikonya ada di pemerintah kalau sampai bank pelaksana yang menggadaikan itu tidak bisa membayar gadaiannya," katanya.

Menurutnya, kebijakan channeling likuiditas tersebut akan menolong bank yang memerlukan pinjaman pendanaan. Bank bersangkutan dapat menggadaikan aset yang berkualitas, misalnya SUN ke bank peserta yang bertindak sebagai bank jangkar.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menempatkan dana deposito di bank peserta tersebut. Meskipun demikian, bank peserta dijamin tidak akan memiliki risiko atas penyaluran pinjaman likuiditas tersebut.

Bank peserta hanya menjalankan fungsi channeling atau penyalur pinjaman dari pemerintah. Sementara itu, debitur yang kreditnya digadaikan, tetap menjadi bank yang melakukan penggadaian.

"Pricing-nya masih dalam pembahasan. Kalau pak Perry [Gubernur Bank Indonesia] mengatakan berdasarkan repo rate, kalau itu yang disepakati Kemenkeu akan menaruh di bank peserta itu sama. Tinggal bank peserta kepada bank ini, mestinya ada market trade," katanya.

Selain itu, pricing penggadaian tersebut, juga tidak boleh lebih murah dari fasilitas yang ditawarkan Bank Indonesia.

Wimboh menegaskan, bank yang sebelum Covid-19, sudah dalam keadaan tidak sehat, tidak dapat memakai mekanisme ini. Kondisi bank yang dapat mengikuti mekanisme bantuan likuiditas ini dipastikan dalam keadaan sehat sebelum Covid-19 terjadi.

"Kami menjaga, jangan sampai bank ini tidak sehat karena Covid-19," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Annisa Sulistyo Rini
Terkini