BPJS Kesehatan Perlu Perbaiki Proses Rujukan FKTP

Bisnis.com,07 Mei 2020, 20:27 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Karyawan berkativitas di kantor BPJS Kesehatan di Jakarta, Senin (4/5/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dinilai perlu memperbaiki mekanisme rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama atau FKTP seiring dengan  adanya temuan beban keuangan dari rujukan yang tidak optimal.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai bahwa persoalan rujukan merupakan masalah klasik dari BPJS Kesehatan yang belum terselesaikan dengan optimal. Masalah tersebut kini disoroti oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2019, BPK menemukan adanya proses yang membebani keuangan dari BPJS Kesehatan hingga Rp521,46 miliar. Salah satunya disebabkan oleh proses rujukan yang tidak optimal.

BPK menemukan FKTP yang merujuk diagnosis spesialistik atau pelayanan kesehatan oleh dokter spesialis, tetapi diagnosis akhir dokter di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) merupakan nonspesialistik.

Timboel menuturkan bahwa proses rujukan dari 144 penyakit yang seharusnya dapat diselesaikan di FKTP tersebut menimbulkan pembengkakan Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs). Masalah tersebut terjadi di antaranya karena belum terdapat pendataan komprehensif terkait kemampuan FKTP dalam menangani pasien.

"Pertama harus dipastikan bahwa 144 diagnosis penyakit tersebut benar-benar berjalan [di FKTP], harus diperiksa apakah FKTP bisa menjalankan [diagnosis] 144 ini. Kalau memang tidak bisa, harus ada kompensasi terhadap iuran kapitasinya," ujar Timboel kepada Bisnis, Kamis (7/5/2020).

Menurutnya, FKTP kerap mengacu kepada besaran INA-CBGs yang telah ditetapkan sebelumnya dalam memberi pelayanan, tetapi kurang memperhitungkan upaya untuk mengurangi jumlah rujukan.

"Jumlah rujukan yang banyak harusnya menjadi data untuk menilai kemampuan FKTP dalam menangani pasien. Ketika FKTP merujuk atau fasilitas kesehatan lain dirujuk, misalnya, bisa diterapkan prinsip reward and punishment agar tidak membebani INA-CBGs," ujarnya.

Timboel menjelaskan bahwa pihaknya memperoleh data bahwa terdapat 28,3 juta proses rujukan yang berlangsung sepanjang 2019. Dari jumlah tersebut, 17,2 rujukan diberikan oleh pusat kesehatan masyarakat (puskesmas).

Menurut BPJS Watch, hal tersebut perlu dilihat dengan cermat, apakah total 28,3 juta rujukan itu benar-benar rujukan yang tepat atau sebenarnya penyakit sang pasien dapat diobati di FKTP. Kualitas FKTP yang baik pun dinilai dapat menurunkan jumlah rujukan, yang akan turut menurunkan beban keuangan BPJS Kesehatan.

Masalah rujukan, kata Timboel, harus segera diselesaikan karena akan berpengaruh terhadap defisit BPJS Kesehatan. Berkurangnya beban keuangan itu akan mempermudah BPJS Kesehatan menyelesaikan masalah defisitnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Zufrizal
Terkini