Saat Pandemi, Diversifikasi Aset Menjadi Penting, Ini Alasannya

Bisnis.com,12 Mei 2020, 21:21 WIB
Penulis: M. Nurhadi Pratomo
Ilustrasi uang.

Bisnis.com,JAKARTA —  Bank Commonwealth menyarankan agar investor berpikir jernih dalam jangka panjang di tengah kondisi ekonomi dan pasar keuangan global yang berubah signifikan sejak Februari 2020 akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Head of Wealth Management & Premier Banking Bank Commonwealth Ivan Jaya memaparkan indeks harga saham gabungan (IHSG) telah terkoreksi 25,13 persen hingga akhir April 2020. Indeks diperdagangkan dengan valuasi price to earnings ratio (P/E) sekitar 12,7 kali atau terbilang atraktif.

Bank Commonwealth mencatat valuasi itu pernah terjadi pada 2008 saat berbagai aset keuangan mengalami penurunan tajam. Namun, IHSG kembali pulih dan mencapai posisi yang lebih dari sebelum penurunan pada tahun berikutnya.

Situasi yang berubah dengan cepat membuat beberapa investor panik dan menjual aset yang dianggap terlalu berisiko. Likuiditas pasar berperan dalam menciptakan volatilitas, karena investor ingin mendapatkan uang tunai sementara di saat yang bersamaan terlalu sedikit pembeli di pasar.

"Pada saat pasar seperti sekarang ini setiap investor harus berpikir jernih dan melihat dalam jangka waktu yang panjang, ketika bisnis atau ekonomi telah kembali normal," ujar Ivan, Selasa (12/5/2020).

Ivan mengatakan volatilitas pasar cenderung meningkat di tengah ketidakpastian yang terjadi. Dengan terganggunya aktivitas ekonomi akibat Covid-19, para ekonom memperkirakan akan terjadi kontraksi ekonomi dunia pada dua hingga tiga kuartal pertama pada tahun ini.

Namun, para pemangku kebijakan di berbagai negara, termasuk Indonesia, menurutnya telah menempuh berbagai cara untuk membendung krisis. Berbagai kebijakan stimulus fiskal dan moneter sudah dikeluarkan oleh bank sentral dan pemerintah.

Ivan mengatakan stabilitas dan ketahanan ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih baik dibandingkan dengan 2008 dan 1998. Kondisi fundamental yang cukup baik ini juga dapat membuat para investor asing kembali melirik Indonesia sebagai salah satu negara emerging market yang menjadi tujuan investasi. 

Saat ini, lanjut dia, belum ada yang mengetahui pasti apakah IHSG sudah mencapai bottom atau belum karena ketidakpastian dari pandemi Covid-19 masih ada. Sejarah mencatatkan pasar akan bangkit kembali setelah mengalami keterpurukan dan ini bukan pertama kali pasar mengalami kejatuhan. 

Ivan mengatakan poin yang lebih penting untuk dicermati alah waktu recovery ketika IHSG masuk bear market. Dari sejarahnya, rerata indeks membutuhkan waktu selama 11 bulan untuk pemulihan dengan durasi paling lama 18 bulan.

“Perlu diingat bahwa kinerja masa lalu bukan jaminan kinerja masa depan yang terpenting dalam strategi berinvestasi adalah mencari tahu tujuan investasi, keadaan cash flow dan profil risiko kita. Seorang investor harus menyadari peta kepribadian dirinya," imbuhnya.

Dia menekankan langkah terpenting yang harus dilakukan investor pada masa apapun terutama kondisi saat ini adalah diversifikasi aset. Saat ini, pihaknya menyarankan agar investor menyesuaikan alokasi aset portofolionya dengan tujuan untuk menurunkan volatilitas portofolio. 

“Untuk investor dengan profil risiko balanced adalah 30 persen di reksa dana saham, 35 persen reksa dana pendapatan tetap, 25 persen di reksa dana pasar uang, dan 10 persen di deposito,” paparnya.

Adapun, investor dengan profil risiko agresif idealnya memiliki portofolio yang terdiri atas 60 persen reksa dana saham, 25 persen reksa dana pendapatan tetap, dan 15 persen reksa dana pasar uang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Rivki Maulana
Terkini