Terapi Plasma Darah, Ini Kriteria Pendonor Eks Pasien Covid-19

Bisnis.com,13 Mei 2020, 13:53 WIB
Penulis: Nyoman Ary Wahyudi
RSPAD Gatot Soebroto melakukan uji terappi plasma darah untuk pasien Covid-19. JIBI/Bisnis-Nancy Junita

Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Pembinaan Pengembangan RSPAD Gatot Soebroto Nana Sunardi membeberkan sejumlah kriteria donor plasma darah dari pasien sembuh Covid-19 untuk dilakukan penelitian pembuatan serum.

“Dalam protokol etik penelitian itu sudah kita sebutkan bahwa ada kriteria untuk donor. Baik kriteria inklusi artinya boleh dimasukkan sebagai pendonor maupun mereka yang tidak boleh,” kata Nana saat memberi keterangan melalui Buletin Video miiki TNI AD, Jakarta, yang dipublikasikan pada Selasa (12/5/2020).

Salah satu kriterianya, tutur Nana, ialah gejala Covid-19 yang dimiiki oleh pasien yang sembuh memang sudah hilang selama 14 hari.

Selanjutnya, hasil pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) atau tes swab dua kali menunjukkan hasil negatif.

“Plasma darah itu juga kita periksa terhadap paramater tidak adanya infeksi menular seperti hepatitis, sipilis, HIV/AIDS,” ujarnya.

Selain itu, dia juga mengatakan, dilakukan pemeriksaan terhadap golongan darah si pendonor.

Konsorsium Covid-19 tengah mempersiapkan uji klinis serum pasien positif Covid-19 yang sembuh untuk digunakan sebagai obat alternatif selain Avigan bagi perawatan pasien terkait dengan Covid-19.

“Kami sudah dua Minggu ini mempersiapkan untuk menggunakan serum pasien positif yang sembuh ke dalam uji klinis. Biasanya bukan mengganti obat Avigan, tetapi dipakai secara bersama-sama,” kata Ketua Konsorsium Covid-19 Ali Ghuron Mukti melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Jakarta, pada Jumat (24/4/2020).

Dia menerangkan serum pasien yang sembuh itu mengandung antibodi yang spesifik terhadap virus Corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Ihwal antibodi itu, dia menjelaskan, puncaknya terbentuk di tubuh pasien yang sembuh pada hari ke-21 sampai dengan 28.

“Biasanya puncak antibodi di tubuh pasien sembuh terbentuk di hari ke-21 sampai 28,” ujarnya.

Dia menuturkan langkah itu pertama kali dipraktikan oleh seorang profesor di John Hopkins lalu mendapatkan izin terbatas dari Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat.

Lantas, dia melanjutkan, banyak rumah sakit di Amerika Serikat mulai menggunakannya.

“Di Indonesia sendiri, RSPAD Gatot Subroto sudah mulai untuk menerapkannya,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Nancy Junita
Terkini