Pemerintah Mulai Realistis, Target Perpajakan 2021 Lebih Moderat

Bisnis.com,14 Mei 2020, 18:11 WIB
Penulis: Edi Suwiknyo
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan) bersama dengan Direktur Jenderal Pajak (DJP) Suryo Utomo (kiri) menjawab pertanyaan wartawan usai melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan di Kantor DJP, Jakarta, Selasa (10/3/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Selain relaksasi fiskal melalui pemberian insentif, Kementerian Keuangan juga akan memoderasi target penerimaan perpajakan sebagai dukungan untuk mendorong pemulihan ekonomi pasca pandemi virus corona atau Covid-19.

Moderasi target penerimaan perpajakan ini tampak dari target rasio penerimaan perpajakan dengan produk domestik bruto (PDB) yang disetel lebih rendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, rasio perpajakan tahun depan disetel di kisaran 8,25% - 8,63%. Angka ini lebih rendah dibandingkan tahun 2019 yang mencapai 9,76%.

Direktur Penyuluhan Pelayanan & Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan moderasi target penerimaan pajak yang sebenarnya sudah dilakukan tahun ini. Langkah ini mempertimbangkan sejumlah aspek terutama kondisi ekonomi yang cukup terdampak.

"Karena pandemi Covid-19 sudah pasti berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi dan penerimaan pajak, serta karena berbagai insentif pajak yang diberikan. Itu ada di Perpres 54/2020," kata Yoga kepada Bisnis, Kamis (14/5/2020).

Yoga menambahkan moderasi target ini juga diterapkan dalam penyusunan target tahun depan. Kondisi itu tercermin dalam target tax ratio yang disusun secara realisitis dan moderat.

"Ini ada di dalam dokumen KEM-PPKF 2021 yang beberapa hari lalu disampaikan ke DPR," ujarnya.

Adapun, pemerintah telah mengidentifikasi berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian penerimaan perpajakan tahun depan. Pertama, kinerja perekonomian global maupun domestik yang masih dalam fase recovery. Kedua, volatilitas harga komoditas. Ketiga, aktivitas ekonomi yang berbasis ICT.

Keempat, kinerja ekspor-impor yang belum sepenuhnya pulih. Kelima, insentif fiskal untuk mendukung pemulihan pada sektor riil serta kebijakan omnibus law yang dalam jangka pendek diperkirakan berpotensi menimbulkan potential loss.

Dinamika berbagai faktor tersebut perlu dicermati dan diwaspadai, dengan harapan apabila berpotensi menimbulkan risiko dapat segera dimitigasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini