Bisnis.com, JAKARTA - Likuiditas Bank Pembangunan Daerah (BPD) dihadapkan pada berkurangnya penempatan dana pemerintah provinsi (pemprov) dan pemerintah daerah (pemda) dalam bentuk kas daerah.
Sekjen Asosiasi Bank Pembangun Daerah (Asbanda) Yuddy Renaldi mengatakan saat ini pemprov dan pemda dihadapkan pada permasalahan kebutuhan dana dalam menangani Covid-19. Kondisi tersebut selanjutnya akan mempengaruhi kondisi BPD karena paling sedikit 50 persen dana kas daerah ditempatkan pada BPD.
Adapun hingga saat ini, posisi loan to deposit ratio (LDR) BPD masih lebih longgar dibandingkan dengan bank umum konvensional. Setidaknya, LDR BPD hingga Februari 2020 tercatat sebesar 84,97 persen jauh lebih rendah dari realisasi bank umum konvensional yang sebesar 92,5 persen.
Menurutnya, meskipun posisi LDR masih longgar, tetapi langkah ke depan perlu disiapkan oleh BPD. Masing-masing BPD dinilai perlu mencari sumber pendanaan lain di luar sumber dana dari kas daerah yang selama ini menjadi inti pendanaan masing-masing BPD.
"Tetapi, memang ini tidak bisa pukul rata, masing-masing BPD punya kelonggaran LDR. Dalam situasi ini yang jadi permasalahan adalah pemprov dan pemda yang butuh dana untuk gunakan dalam penanganan Covid-19," katanya, Selasa (19/5/2020).
Direktur Utama Bank DKI Zainuddin Mappa mengatakan sebanyak 51 persen pendanaan bank sangat tergantung pada penerimaan daerah. Sebagai langkah untuk menjaga likuiditas, Bank DKI pun melakukan pelonggaran LDR yang semula 100 persen pada akhir Desember 2019 menjadi 86,88 persen pada Februari 2020.
Bank DKI menyatakan akan terus bergerak menurunkan LDR. Menurutnya, Bank DKI juga telah melakukan analisa risiko pasar dan melakukan restrukturisasi kredit untuk mengantisipasi dampak yang meuluas.
"Kami agak worry mengenai likuiditas kami saat itu, kami langsung lakukan tindakan menangani dan mitigasi risiko," katanya.
Selain itu, Bank DKI saat ini juga dihadapkan dengan regulasi Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri No.119/2813/SJ dan Menteri Keuangan No.177/KMK.07/2020 yang meminta kepada daerah untuk melakukan percepatan penyelesaian APBD tahun 2020 dalam rangka Covid-19 serta pengamanan daya beli masyarakat dan perekonomian nasional.
Lewat regulasi tersebut, memaksa pemerintah daerah untuk melakukan rasionalisasi belanja daerah dan pegawai. Daerah yang selama ini memberikan tunjangan kinerja melebihi yang diatur pemerintah pusat untuk melakukan reverse down. Sebaliknya, daerah yang selama ini memberikan tunjangan lebih kecil dari yang diatur untuk melakukan reverse up.
Kebijakan tersebut berdampak pada pegawai pemerintah DKI Jakarta mendapatkan tunjangan kinerja lebih besar sehingga harus melakukan koreksi. Setidaknya, DKI Jakarta harus melakukan reverse down sebesar 50 persen. Kondisi ini akan mempengaruhui pendapatan pegawai yang melakukan pinjaman di Bank DKI.
"Kami terpaksa melakukan restrukturisasi terhadap pinjaman konsumtif kami," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel