Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memastikan akan tetap menyediakan likuiditas bagi perbankan di Tanah Air, meskipun pemerintah akan melakukan penempatan dana di bank jangkar.
Seperti diketahui, pemerintah melakukan penempatan anggaran untuk restrukturisasi kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mencapai Rp87,59 triliun.
Asisten Gubernur BI bidang Stabilitas Sistem Keuangan dan Kebijakan Makroprudensial Juda Agung memastikan peran bank sentral terkait dengan penyediaan likuditas akan tetap sama.
"Jika nanti bank peserta [bank jangkar] perlu likuiditas, tinggal ke BI aja merepokan SBN," tegas Juda dalam kuliah umum yang diadakan BI dan Universitas Padjajaran, Rabu (20/5/2020)
Dia juga menambahkan dana yang ditempatkan pemerintah di bank jangkar sebenarnya juga berasal dari dana BI.
Dalam mengimplementasikan program ini, lanjutnya, semua lembaga - pemerintah, BI, OJK, LPS dan bank jangkar - akan menjalankan perannya masing-masing.
BI menyediakan likuiditas, pemerintah menyalurkan likuiditas, OJK melakukan pengawasan dan penentuan bank mana yang layak menjadi bank jangkar, dan LPS akan menjamin uang pemerintah yang ditempatkan di bank jangkar.
"Jadi semuanya menjalankan perannya masing-masing." Dia menegaskan inti program restrukturisasi UMKM melalui penempatan dana di bank jangkar ini bertujuan untuk mengatasi risiko cash failure di sektor riil.
"Setelah fase recovery, maka perlu adanya tambahan modal kerja. Itu dalam program ini [PEN] sebenarnya sudah dibuat."
Nantinya, likuditas yang disediakan akan digunakan sebagai kredit modal kerja dengan bunga rendah. "Ini nanti ditahap pemulihan," tutupnya.
Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) untuk mengatur penempatan dana pada bank pelaksana restrukturisasi kredit UMKM atau bank jangkar.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan anggaran penempatan dana pemerintah untuk restrukturisasi kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mencapai Rp87,59 triliun.
Namun, nominal tersebut masih dapat bertambah atau berkurang setelah dilakukan pembahasan detail dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Sri Mulyani menegaskan bahwa jika bank jangkar mengambil posisi rangkap sebagai bank pelaksana restrukturisasi juga, maka bank tersebut wajib menjalankan prosedur sebagai bank pelaksana pula.
“Manajemen dari bank pelaksana harus menjamin kebenaran dan akurasi dari proposal penempatan dana. Kalau bank peserta adalah sekaligus bank pelaksana, maka juga harus menjamin kebenarannya,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual, Senin (18/5/2020).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel