Bisnis.com, JAKARTA – Tambalan dana dari pemerintah untuk iuran BPJS Kesehatan diproyeksikan semakin besar seiring naiknya angka kemiskinan dan pemutusan hubungan kerja.
“Dengan kondisi saat ini sulit memproyeksi iuran yang dapat dipungut BPJS Kesehatan mengingat sektor formal akan sangat terpukul Covid-19 sehingga menambah informal bahkan PBI,” kata Odang Muchtar, Ketua BPJS Review, Rabu (20/5/2020).
Pekerja formal atau penerima upah merupakan penopang utama BPJS Kesehatan bersama dengan pemerintah melalui bantuan iuran untuk peserta masyarakat miskin. Pekerja dan perusahaan membayar iuran BPJS Kesehatan sebesar 5 persen gaji per orang per bulan dengan maksimal dasar perhitungan Rp12 juta. Segmen ini sebelum gelombang PHK datang dan ekonomi tertekan menyumbangkan iuran kepada BPJS Kesehatan berkisar Rp30 triliun - Rp32 triliun.
Odang yang ikut terlibat dalam penyusunan Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai dasar BPJS Kesehatan itu mengingatkan para pekerja formal yang kena pemutusan hubungan kerja ini akan beralih menjadi peserta mandiri, penerima bantuan iuran (PBI) atau menjadi peserta yang tidak aktif. Dampaknya keuangan BPJS Kesehatan akan semakin berat karena kehilangan pendapatan pasti dari peserta formal.
Lainnya, badan layanan publik ini akan makin bergantung dari kelancaran arus kas pemerintah untuk menutup defisit dan iuran peserta penerima bantuan iuran. Odang menambahkan, selain kehilangan pendapatan sektor formal, masyarakat yang berada di kelas menengah bawah menjadi rentan jatuh ke kelompok miskin yang harus dibantu iurannya oleh negara.
“Ke depan jumlah informal dan miskin makin banyak, apalagi 2-3 tahun pasca Covid-19, maka iuran bantuan dari APBN makin besar,” katanya.
Lembaga penelitian CORE memperkirakan hingga triwulan II ini pengangguran akan mencapai 9,35 juta orang dalam skala ekonomi berat. Sedangkan dalam skenario ringan jumlah pengangguran mencapai 4,25 juta orang dan skenario sedang 6,68 juta orang
“Tingkat pengangguran terbuka secara nasional pada kuartal II/2020 diperkirakan mencapai 8,2 persen dengan skenario ringan, 9,79 persen dengan skenario sedang dan 11,47 persen dengan skenario berat,” ulas Ekonom CORE Akhmad Akbar Susamto beberapa waktu lalu.
Dalam catatan Bisnis, defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp32, 84 triliun. Dari jumlah ini pemerintah melakukan penambahan penempatan dana sebesar Rp13,25 triliun. Meski memberi ruang arus kas membayar klaim, BPJS Kesehatan masih mengalami kekurangan likuiditas sebesar Rp17 triliun.
Untuk itu, Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Presiden Nomor 64/2020 menaikan iuran yang harus ditanggung peserta mandiri menjadi Rp42.500 untuk kelas III, Rp100.000 untuk kelas II, dan Rp150.000bagi peserta kelas I.
Pada 2019, BPJS Kesehatan belum mengeluarkan laporan keuangan besaran dana yang dikelola dan dibayarkan. Sementara pada 2018 iuran yang dibayar mencapai Rp94 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel