Bisnis.com, JAKARTA - Perlahan tapi pasti, Dominasi KB Kookmin Bank, Co., Ltd. dalam pengendalian PT Bank Bukopin Tbk. (BBKP) terlihat semakin jelas.
Tak hanya memberikan dukungan modal, tetapi bank asal Korea Selatan ini tampaknya akan melakukan pengembangan dari sisi manajerial sekaligus dengan merombak jajaran direksinya.
Berdasarkan catatan Bisnis, Bank Bukopin telah mulai ditinggalkan direktur-direkturnya sejak awal tahun ini, dimulai dari Rachmat Kaimuddin yang pergi Bukalapak, Rivan A. Purwantono yang hijrah ke PT Kereta Api Indonesia (Persero).
Terbaru, PT Bank Bukopin Tbk. harus kembali rela kehilangan direktur utamanya Eko Rachmansyah Gindo yang dinyatakan mengundurkan diri per 18 Mei 2020.
Sampai saat ini, memang sedikit sekali pihak yang mau berkomentar atau memberi kejelasan terkait dengan dinamika negosiasi antara direksi, pemegang saham lama dan pemegang saham baru.
Namun, Otoritas Jasa Keuangan memang telah menyampaikan keterangan tertulis bahwa otoritas akan segera memproses penyesuaian kepemilikan di BBKP yang telah mencapai kesepakatan dengan calon investor.
KB Financial Group yang berbasis di Korea Selatan menyatakan komitmenya mendukung pengembangan bisnis Bank Bukopin yang saat ini dikendalikan Grup Bosowa yang didirikan Aksa Mahmud, Ipar Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Bahkan, KB sedang dalam tahap persiapan final secara internal termasuk menyediakan dana pada escrow account untuk keperluan penawaran umum terbatas (PUT) V Bank Bukopin. Ke depannya KB Kookmin Bank pun membuka kemungkinan menambah modal di Bank Bukopin melalui skema lainnya.
Sekretaris Perusahaan Bank Bukopin Meliawati menyebutkan kegiatan usaha dan operasional perseroan tetap berjalan dengan normal sebagaimana biasa.
"Permohonan pengunduran diri tersebut akan diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan sesuai dengan peraturan," katanya, Rabu (20/5/2020).
Saat dikofirmasi, Meliawati pun memastikan perseroan masih memiliki banyak pejabat direksi yang mumpuni yang mampu melanjutkan operasional. "Kan masih ada direksi-direksi lain," katanya.
Jika menyelisik ke catatan lama, tentunya sepak terjang Bosowa dengan Bukopin memang tidak bisa dibilang sepele.
Bosowa pertama kali meminang Bank Bukopin pada 2013. Perseroan masuk secara bertahap dengan mahar pertama senilai Rp1,17 triliun, atau 14 persen dari total saham.
Pada tahun itu, konglomerasi ini bisa dibilang berada di atas awan karena langsung ikut menikmati suka cita emiten berkode BBKP ini yang untung Rp910,5 miliar.
Buah manis tersebut bertahan hingga 2015, lantaran peningkatan fungsi intermediasi yang cukup signifikan dari Bank Bukopin.
Hanya saja, sejak 2016 bayang-bayang kredit bermasalah yang menahan laju pendapatan serta mengerek beban pencadangan sudah mulai terlihat.
Tahun berikutnya, non performing loan terkerek hingga ke posisi yang tidak bisa lagi ditoleransi yakni 8,54 persen. Laba yang sebelumnya bergerak di kisaran Rp900 miliar seketika turun menjadi Rp135 miliar.
Akan tetapi, perseroan sudah mampu memperbaiki kinerjanya dan mampu mencatatkan laba bersih sebesar Rp216,75 miliar pada akhir 2019. Pada kuartal pertama tahun ini, emiten berkode BBKP ini pun telah mencatat perolehan laba sebesar Rp166 miliar.
Di pihak lain, pengamat pasar modal yang juga Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso menyebutkan kinerja perseroan sudah mulai terlihat ada perbaikan sejak tahun lalu.
Pada tahun ini, meski ada sudah mulai ada perlambatan fungsi intermediasi secara industri, Bank Bukopin juga masih tetpa mampu tumbuh secara selektif dengan memanfaatkan fee based income untuk menggenjot laba.
"Saat ini kondisi perusahaan sampai full year 2019 cukup baik. Kemungkinan perlambatan pertumbuhan di semester pertama 2020 akan terlihat di laporan keuangan kuartal kedua," katanya.
Dia menyebutkan dominasi dari investor Korea Selatan pada bank yang telah dimodalinya merupakan hal yan biasa. Namun, dia mengatakan apresiasi yang lebih baik, akan muncul setelah pengangkatan direktur utama baru diangkat.
"Mungkin kita akan melihat sentimen pengangkatan dirut baru akan terlihat setelah tuntas RUPS. Namun, leadership dengan style dominan, akan menguntungkan investor selama demi kebaikan perusahaan. Bisa dipantau dampaknya nanti di kuartal berjalan," jelasnya.
Adapun, harga BBKP per 20 Mei 2020 berada di level Rp148, turun 5,13 persen. Harga juga masih lebih rendah 33,93 persen dari posisi akhir 2019. Price to earning ratio berada di posisi 7,79 kali.
Tentunya, perkembangan ini sudah dapat diprediksi banyak oleh banyak pengamat, dan diakui secara implisit oleh manajemen. Namun, besar harapan Bank Bukopin tetap dapat beroperasi lebih baik lagi ke depannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel