Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mulai menyiapkan skema pinjaman likuiditas khusus (PLK) bagi bank sistemik.
Sesuai dengan Pasal 18 dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020 yang sudah disetujui menjadi UU oleh DPR RI, bank sistemik dapat mengajukan permohonan PLK kepada Bank Indonesia (BI) bila bank sistemik yang dimaksud telah mendapatkan pinjaman likuiditas jangka pendek tetapi masih mengalami kesulitan likuiditas.
Permohonan bank sistemik dikoordinasikan oleh BI bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan meminta penyelenggaraan rapat KSSK.
Dalam rapat KSSK tersebut, KSSK membahas dan memutuskan pemberian PLK dengan mempertimbangkan penilaian OJK yang berisi paling sedikit informasi keuangan bank sistemik dan rekomendasi BI dari hasil penilaian OJK.
Dari data Kementerian Keuangan yang diterima Bisnis, syarat tingkat kesehatan dari bank sistemik yang bisa menerima PLK adalah bank sistemik dengan kategori sehat (PK 2).
Lebih lanjut, PLK hanya dapat digunakan oleh bank untuk memenuhi kewajiban giro wajib minimum (GWM) dan sebelumnya sudah pernah mendapatkan pinjaman likuiditas jangka pendek.
Agunan dari PLK yang diberikan kepada bank sistemik ini bisa berupa SBN, SBI, obligasi korporasi dengan peringkat investment grade, hingga aset kredit lancar.
Perlu dicatat, skema PLK masih belum final karena terdapat aspek-aspek seperti instrumen, jangka waktu, suku bunga, dan mekanisme pengamanan dana yang masih dalam proses pembahasan. Dana ini akan bersumber dari BI dengan penjaminan dari pemerintah.
PLK di sini berbeda dengan penempatan dana pemerintah kepada perbankan yang rencananya mencapai Rp87,59 triliun dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Seperti diketahui, penempatan dana pemerintah pada perbankan berfungsi untuk mendukung restrukturisasi kredit UMKM yang disalurkan kepada bank jangkar dan disalurkan lebih lanjut kepada bank pelaksana.
Berbeda dengan PLK, penempatan dana pada perbankan bersumber dari anggaran pemerintah, bukan BI.
Skemanya, bank pelaksana perlu menyampaikan proporsal kepada bank jangkar berdasarkan pada restrukturisasi yang akan dilakukan, jumlah dana yang dibutuhkan, tenor, dan kondisi likuiditas hingga posisi kepemilikan surat berharga.
"Manajemen dari bank pelaksana harus menjamin kebenaran dan akurasi dari proposal penempatan dana. Kalau bank peserta adalah sekaligus bank pelaksana, maka juga harus menjamin kebenarannya," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Senin (18/5/2020).
Bank jangkar melakukan penelitian terhadap proposal bank pelaksana, termasuk lewat verifikasi dan administrasi jaminan. Bank jangkar juga dapat melakukan penagihan dan collection apabila terjadi kredit macet.
Bila proposal telah disetujui, bank peserta bisa mengajukan penempatan dana kepada Kemenkeu dan Kemenkeu meminta hasil assesment OJK mengenai kesehatan bank pelaksana dan jumlah surat berharga yang belum direpokan.
Pemerintah baru bisa menempatkan dana kepada bank jankar berdasarkan hasul assesment OJK dan proporal bank jangkar yang memenuhi persyaratan.
Dalam pelaksanaannya, bank pelaksana menggunakan dana dari bank jangkar untuk menunjang kebutuhan restrukturisasi kredit dan penambahan modal kerja. Dana pemerintah yang ditempatkan pada bank jangkar dijamin oleh LPS.
Dalam hal bank pelaksana tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo, BI dapat mendebit rekening giro bank pelaksana untuk pembayaran kembali kepada bank peserta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel