Bisnis.com, JAKARTA — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dinilai harus memiliki kebijakan yang fleksibel jika menghadapi lonjakan klaim sebagai dampak dari gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK.
Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) Hotbonar Sinaga menilai bahwa potensi lonjakan klaim tersebut muncul akibat tekanan perekonomian saat ini yang menyebabkan dunia usaha melakukan berbagai upaya untuk menjaga arus kas, salah satunya dengan merumahkan karyawannya.
Gelombang PHK pada masa pandemi virus corona itu akan disertai oleh peningkatan pengajuan klaim Jaminan Hari Tua (JHT) atau tabungan hari tua, karena para pekerja yang menerima PHK akan membutuhkan dana. Menurut Hotbonar, BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK harus bisa mengakomodir hak peserta tersebut.
Menurutnya, untuk bisa melakukan proses klaim dengan optimal, BPJAMSOSTEK harus memiliki kebijakan yang fleksibel karena saat ini merupakan kondisi force majuere sehingga tidak menutup kemungkinan terdapat berbagai kendala.
Salah satu kendala yang kerap ditemukan adalah perusahaan sebagai pemberi kerja tidak atau terlambat memberikan surat keterangan PHK, sehingga pekerja belum bisa memproses klaim saldo JHT. Hal tersebut berpotensi mengganggu kondisi keuangan pekerja saat tidak memiliki pekerjaan.
"Itu kondisi [persyaratan] yang harus dipenuhi peserta [untuk mengajukan klaim], tapi BPJAMSOSTEK harus lebih fleksibel, di antaranya dengan melakukan koordinasi dengan perusahaan pemberi kerja. Ini yang saya maksud relaksasi, karena peserta ter-PHK sangat membutuhkan dana," ujar Hotbonar kepada Bisnis, Rabu (27/5/2020).
Hotbonar yang merupakan mantan Direktur Utama Jamsostek menilai bahwa lonjakan klaim tersebut tidak akan mengganggu kondisi finansial BPJAMSOSTEK. Hal tersebut menurutnya terlihat dari kondisi finansial yang solid dan potensi lonjakan klaim yang sudah diperhitungkan oleh badan itu.
Kondisi tersebut menurutnya membuat BPJAMSOSTEK dapat menempatkan fokusnya dalam kualitas pelayanan peserta. Hotbonar menilai bahwa dalam kondisi saat ini, badan tersebut harus menangani pencairan saldo JHT itu dengan mengutamakan pelayanan secara daring (online).
"BPJAMSOSTEK harus tetap menangani pencairan ini secara virtual, dan memperhatikan protokol kesehatan jika dilakukan secara langsung. Pelayanan harus tetap cepat dan prima sebagai bukti partisipasi mereka dalam membantu peserta ter-PHK," ujarnya.
Sebelumnya, Deputi Direktur Bidang Humas dan Antara Lembaga BPJAMSOSTEK Irvansyah Utoh Banja menjelaskan bahwa gelombang PHK itu merupakan dampak dari penyebaran virus corona. Lonjakan klaim itu dinilai dapat dilihat berdasarkan pada akhir Mei 2020.
"Kami tunggu angka Mei [2020]. Peningkatan pekerja yang di-PHK tersebut secara tidak langsung juga berimbas pada melonjaknya jumlah klaim JHT," ujar Utoh kepada Bisnis, Senin (26/5/2020).
Berdasarkan data BPJAMSOSTEK, jumlah klaim yang diajukan peserta sepanjang tahun berjalan belum mengalami lonjakan. Pengajuan klaim JHT pada 1 Januari 2020–19 Mei 2020 tercatat sebanyak 791.050 klaim.
Jumlah tersebut relatif sama dibandingkan dengan jumlah klaim periode Januari–Mei pada tahun-tahun sebelumnya, yakni pada 2017 sebanyak 816.095 klaim, 2018 sebanyak 840.619 klaim, dan 2019 sebanyak 924.460 klaim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel