Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk. memproyeksi adanya peningkatan jumlah restrukturisasi sebesar 20% hingga 30% dari total kredit yang berasal dari 250.000 hingga 300.000 debitur.
Adapun, hingga pertengahan Mei 2020, BCA sedang memproses restrukturisasi kredit sekitar Rp65 triliun hingga Rp82,6 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 10% - 14% dari keseluruhan portofolio kredit, yang berasal dari sekitar 72.000 debitur atau 10% dari total debitur seluruh segmen.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan dengan kebijakan restrukturisasi tersebut rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) BCA tidak akan mengalami peningkatan signifikan.
Meskipun berdasarkan laporan keuangan NPL BCA selama kuartal I/2020 tercatat meningkat menjadi 1,6% (gross) dari posisi kuaral I/2019 yang sebesar 1,47% (gross).
"Restrukturisasi tidak pengaruhi NPL tetapi pencadangan, dengan adannya peningkatan pencadangan artinya beban meningkat. Namun, PSAK 71 ada mengatur return earning, jadi ada pengaruh tetapi tidak besar [ke pencadangan]," katanya dalam paparan virtual, Rabu (27/5/2020).
Menurutnya, perseroan saat ini lebih fokus pada nasabah eksisting dengan melakukan restrukturisasi kredit. Lantaran hal tersebut, BCA tidak akan mendorong penyaluran kredit konsumsi secara besar-besaran. Pasalnya, kredit baru masih berpotensi untuk meminta restrukturisasi.
"Apalagi buying power menurun, buat apa ambil kredit sekarang, besoknya minta restrukturisasi. Saat ini bukaan saat yang tepat untuk jor-joran dorong kredit konsumsi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel