Pandemi Covid-19: Masyarakat Hidup Sehat, Mungkinkah Klaim BPJS Menurun?

Bisnis.com,01 Jun 2020, 19:04 WIB
Penulis: Wibi Pangestu Pratama
Karyawan beraktivitas di Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Jakarta, Rabu (13/5/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) memaksa masyarakat untuk menerapkan hidup sehat dalam kesehariannya. Akankah perkembangan kondisi kesehatan masyarakat itu memengaruhi klaim asuransi, khususnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan?

Penggunaan masker, penerapan cara batuk atau bersin yang benar, dan cuci tangan ibarat menjadi suatu kewajiban bagi masyarakat dalam kondisi pandemi ini. Kewajiban itu seolah memiliki sanksi jika tak dipenuhi, baik administratif dari pihak berwenang maupun sanksi sosial dari orang-orang sekitar.

Kebiasaan itu pun telah menjadi keseharian masyarakat, yang setidaknya dapat terlihat dari banyaknya penjualan dan penggunaan masker dan tersedianya fasilitas cuci tangan di berbagai tempat umum.

Banyaknya produksi hand sanitizer secara rumahan pun menunjukkan adanya permintaan tinggi terhadap produk tersebut. 

Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Ekonomi Kesehatan Mohamad Subuh menjelaskan bahwa perubahan perilaku yang menjadi lebih sehat akan terjadi setiap terdapat bencana pandemi. Hal tersebut didasari upaya masyarakat untuk bisa terhindar dari wabah.  

“Setiap ada bencana pandemi, selalu ada perubahan prilaku masyarakat untuk memproteksi dirinya masing-masing. Saat [pandemi] Covid-19, pemerintah mengedukasi untuk mencegah penularan dengan stay at home, masyarakat pun menggunakan masker, menjaga imunitas, rajin mencuci tangan,” ujar Subuh kepada Bisnis, Jumat (29/5/2020).

Dia menjelaskan bahwa masyarakat akan mempelajari hal-hal tersebut secara masif selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar [PSBB]. Situasi yang 'memaksa' itu pun dinilai membuat perilaku hidup sehat mulai membudaya.

Menurut Subuh, saat ini kesadaran masyarakat terhadap aspek kesehatan akan turut memengaruhi beban layanan kesehatan. Salah satu pengaruh, menurutnya, akan terjadi terhadap tingkat klaim program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan.

“Biaya kesehatan akan lebih efisien dan mutu bisa lebih terjamin [dengan adanya pandemi Covid-19]. Mungkin terjadi penurunan terhadap klaim BPJS Kesehatan,” ujar Subuh.

Menurut Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Maruf, selama masa pandemi Covid-19 memang terjadi penurunan jumlah peserta yang berkunjung ke rumah sakit, sehingga turut memengaruhi beban klaim BPJS Kesehatan dalam periode tersebut.

Meskipun begitu, menurut Iqbal, hal tersebut tidak secara langsung berkaitan dengan perbaikan kondisi kesehatan masyarakat. Kunjungan ke rumah sakit berkurang lebih disebabkan karena kekhawatiran masyarakat untuk berobat, guna mengurangi risiko terpapar virus corona.

“Gara-gara Covid-19, menurun tuh [jumlah] orang yang ke rumah sakit. Memang faktanya ada penurunan [jumlah klaim selama masa pandemi], tetapi tidak sebesar itu,” ujar Iqbal kepada Bisnis, Jumat (29/5/2020).

Dia belum dapat menyimpulkan bahwa membudayanya perilaku hidup sehat akibat pandemi Covid-19 akan menurunkan klaim BPJS Kesehatan. Hal tersebut karena masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam menekan tingkat klaim.

Pertama, badan tersebut masih memiliki tanggungan defisit dari 2019 senilai Rp15,5 triliun. Utang klaim itu telah berkurang menjadi sekitar Rp5 triliun karena arus kas yang lebih lancar seiring adanya penyesuaian iuran, tetapi kebijakan itu pun dikhawatirkan akan meningkatkan tunggakan iuran peserta.

Kedua, dikhawatirkan kembali terjadi peningkatan klaim saat kondisi pandemi mulai membaik, sehingga masyarakat mulai 'berani' untuk berobat ke rumah sakit. Menurut Iqbal, jika hal tersebut terjadi, maka tingkat klaim secara keseluruhan menjadi tidak menurun.

Lalu, ketiga, beban klaim BPJS Kesehatan akibat penyakit katastropik masih cukup besar sehingga pola hidup sehat tidak menjadi faktor tunggal yang akan memperbaiki keadaan. Sepanjang 2019, penyakit katastropik telah membebani klaim hingga Rp23,5 triliun dengan total 22,03 juta kasus.

Iqbal bersyukur bahwa terdapat peningkatan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dengan membudayanya perilaku hidup sehat. Meskipun begitu, kebiasaan mencuci tangan dan menggunakan masker itu harus terus didorong menjadi kesadaran atas berbagai risiko yang lebih besar.

“Gaya hidup sehat kan tak semata soal cuci tangan dan pakai masker, harus didorong untuk lebih sadar akan potensi penyakit lain yang ujungnya justru ke penyakit katastropik. Apakah kalau rajin cuci tangan jadi tidak kena hipertensi? Kan tidak begitu juga,” ujarnya.

Oleh karena itu, upaya preventif promotif menjadi salah satu fokus BPJS Kesehatan dalam meningkatkan kualitas kesehatan peserta JKN. Hal itu pun menjadi perhatian Kementerian Kesehatan, terlebih di masa pandemi.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar memiliki pandangan senada, menurutnya masih banyak peserta BPJS Kesehatan yang takut untuk berobat ke rumah sakit karena khawatir akan risiko paparan Covid-19. Hal tersebut menurutnya membuat proyeksi klaim BPJS Kesehatan senilai Rp111,2 triliun pada 2020 akan berkurang.

Meskipun begitu, menurutnya, penurunan klaim mungkin terjadi sekitar empat bulan, yakni pada Maret, April, Mei, dan Juni 2020. Adapun, jika pada Juli 2020 masih terdapat penurunan tingkat klaim, hal tersebut dinilai sebagai 'berkah' dari pandemi Covid-19.

"Masyarakat sekarang punya upaya preventif, pencegahan. Ke depannya mungkin penurunan orang ke rumah sakit bukan karena takut [risiko paparan Covid-19], tetapi karena memang sehat," ujar Timboel kepada Bisnis, Jumat (29/5/2020).

Meskipun begitu, dia menilai terdapat risiko dari penurunan jumlah kunjungan ke rumah sakit, yakni tidak terobatinya pasien yang masih memiliki gejala ringan. Hal tersebut dikhawatirkan membuat penyakit pasien semakin parah, sehingga biaya pelayanan kesehatan pun akan meningkat.

Timboel menilai bahwa hal tersebut perlu diantisipasi oleh BPJS Kesehatan dan pemerintah, salah satunya dengan meningkatkan pelayanan kesehatan melalui platform digital atau telemedicine. Upaya tersebut dinilai dapat mencegah semakin parahnya kondisi pasien yang tidak terobati.

Selain itu, Timboel menilai bahwa pelaksanaan upaya preventif promotif harus lebih gencar. Pemerintah harus mengembalikan fungsi Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) bukan sekadar tempat pengobatan, melainkan tempat pemantauan kondisi kesehatan masyarakat dan pencegahan penyakit.

“Gaya hidup sehat harus menjadi gatekeeper pertama, karena selama ini tidak serius. Kalau memang dimungkinkan, pasca Covid-19 Puskesmas harus melakukan upaya pencegahan lagi,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Ropesta Sitorus
Terkini