Bisnis.com, JAKARTA – “In BBRI we trust!” tulis seorang warganet dengan nama pengguna @JatiDaun melalui laman jejaring media sosial Twitter pada Kamis (28/5/2020).
Pada hari tersebut, saham emiten perbankan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) ditutup pada level Rp2.730, naik 3,8 persen atau 100 poin.
Menurut data historis, sejak ditutup pada level terendah sepanjang pandemi di level Rp2.170 dengan penurunan sebesar 70 poin atau 3,12 persen pada Kamis (18/5/2020), harga saham BBRI terus menerus menguat.
Bahkan, laju saham emiten pelat merah tersebut mencengangkan banyak investor ritel selama beberapa hari terakhir. Ada apa dengan saham BBRI?
Berdasarkan data Bloomberg, anggota konstituen Bisnis-27 tersebut ditutup pada level Rp3.180 pada perdagangan Selasa (2/6/2020).Saham itu menguat 7,8 persen atau 230 poin setelah diperdagangkan di kisaran Rp2.950 - Rp3.290.
Aksi beli bersih oleh investor asing tampak cukup tinggi pada hari ini, yakni sebesar Rp659,2 miliar. Praktis, sejak koreksi terbesarnya Kamis (18/5/2020) lalu, harga saham BBRI meroket 46,54 persen!
Di sisi lain, dikutip dari pemberitaan Bisnis sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan relaksasi demi memberi ruang tambahan untuk likuiditas dan permodalan perbankan.
Bentuknya antara lain, peniadaaan sementara kewajiban pemenuhan Capital Conservation Buffer dalam komponen modal sebesar 2,5 persen dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bagi bank BUKU III dan BUKU IV.
Pengawas industri jasa keuangan tersebut juga memberlakukan kewajiban pemenuhan Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR) bagi bank BUKU III, BUKU IV, dan Bank Asing yang harus dipelihara serendah-rendahnya sebesar 85 persen sampai dengan 31 Maret 2021.
Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengakui kebijakan sektoral berupa paket pemulihan dari pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia memang berimbas pada industri perbankan.
“Kalau sentimen hampir bisa dikatakan tidak ada sentimen individual. Saya melihat dominasi asing sangat signifikan sekali,” ujar Alfred kepada Bisnis, Selasa (2/6/2020).
Alfred menggarisbawahi, sejak Selasa (19/5/2020) hingga hari ini Selasa (2/6/2020), aksi jual bersih asing atau net foreign buy mendekati Rp3,2 triliun. Hal ini membuat saham BBRI mengalami reli panjang mendominasi laju pergerakan saham perbankan lainnya.
“Saya justru bertanya kenapa asing bisa melakukan aksi akumulasi yang cukup signifikan sepanjang periode ini? Ternyata memang sepanjang awal Mei sampai 18 Mei, BBRI turun lebih dalam dari saham bank lainnya karena aksi jual asing yang cukup signifikan,” sambungnya.
Berdasarkan pantauannya, selama kurun waktu dua pekan pada awal Mei, asing membeli saham BBRI sebesar Rp2,5 triliun. Ia juga menekan broker yang melakukan aksi jual beli saham BBRI sepanjang satu bulan terakhir juga relatif sama.
“Saya nggak tahu mekanisme apa yang terjadi di asing. Tapi, pure karena faktor flow dari asing,” tegasnya.
Dia memprediksi saham BBRI tidak akan melanjutkan reli pada perdagangan Rabu (3/5/2020) besok karena transaksi jual beli asing sudah mulai seimbang. Menurutnya, momentum ini akan dimanfaatkan oleh trader atau short-term investor untuk mengambil keuntungan atau take profit.
Senada, analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mengatakan secara teknikal penguatan saham BBRI sudah cukup terbatas. Dengan, kemungkinan besar saham emiten perbankan tersebut akan mengalami koreksi dalam waktu singkat.
“Untuk pergerakan BBRI secara teknikal kami memperkirakan masih dapat menguat namun sudah cukup terbatas dan waspadai adanya koreksi,” ujar Didit.
Dalam waktu dekat, dia memperkirakani, saham ‘Bank wong cilik’ tersebut bisa saja menembus level resistan Rp3.300 dan level support hingga Rp2.640.
Di samping itu, meroketnya saham BBRI juga diikuti dengan penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pada perdagangan hari ini, indeks menguat dengan kenaikan sebesar 1,98 persen atau 93,90 poin ke level 4.847,51.
Analis Henan Putihrai Liza Camelia mencermati ternyata ada alasan mengapa indeks berhenti di level tertinggi hari ini yakni 4.884,01. Hal ini lebih condong dikarenakan pada level tersebut terbentang resistance upper channel sementara RSI (relative strength index) juga sudah memasuki area overbought atau jenuh beli.
“Alasan-alasan ini bisa jadi justifikasi untuk adanya pullback (penarikan kembali) besok, yang mana akan mengadakan uji support di level 4.750 (terdekat) atau 4.650,” tulis Lliza dalam risetnya, Selasa (2/6/2020) sore.
Menurutnya, pada rentang level tersebut, pergerakan indeks akan bertemu dengan MA10 & 20 yang harusnya menopang tren naik jangka pendek ini.
“Sebaliknya, jika IHSG memutuskan untuk terus naik dan break out pattern ke atas 4.900, maka terbukalah potensi kenaikan bertahap dari (level) 5.000/5.100 kemudian target akhir di 5.300,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel