Mendes Halim Sesalkan Adanya Oknum yang Potong BLT Dana Desa

Bisnis.com,03 Jun 2020, 19:03 WIB
Penulis: MG Noviarizal Fernandez
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar./Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA- Tertangkapnya pejabat desa di Musi Rawas, Sumatera Selatan karena memotong bantuan langsung tunai (BLT) Dana Desa menunjukkan adanya transparansi dalam program jaring pengaman sosial. 

Abdul Halim Iskandar, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi mengatakan bahwa pihaknya sangat menyesalkan perilaku tokoh masyarakat desa tersebut. 

“Segenap proses BLT Dana Desa berprinsip dari desa, oleh desa, untuk desa. Dengan transparansi seluruh tahapan seperti ini, seharusnya tidak ada pihak yang berani coba-coba mengambil keuntungan pribadi, karena mudah diketahui warga desa lainnya. Warga desa leluasa mengawasi secara partisipatoris, mengontrolnya, dan melaporkannya hingga kepada yang berwajib,” ujar Halim, Rabu (3/5/2020). 

Lebih lanjut, Halim mengatakan di Desa Banpres, Musi Rawas yang menjadi tempat kejadian perkara, proses pengumpulan data hingga penetapannya dalam musyawarah desa dilaksanakan secara terbuka. Daftar penerima BLT Dana Desa pun menurutnya dipublikasikan di balai desa sehingga mudah diakses oleh warga desa.

“Untuk mempercepat penyaluran BLT Dana Desa kepada keluarga miskin yang berhak, penyaluran secara tunai juga disaksikan oleh banyak pihak di balai desa . Dalam berbagai kesempatan, telah diumumkan bahwa nilai bantuan Rp600 ribu yang diterima untuk waktu 3 bulan, yang tidak bisa disatukan atau dirapel,” jelasnya. 

Dia melanjutkan, pada Kamis (21/5/2020) di balai Desa Banpres telah dilakukan penyaluran BLT Dana Desa untuk 91 kepala keluarga. Masing-masing mendapatkan uang tunai sebesar Rp 600.000.

Di Dusun 1 teralokasikan bantuan untuk 23 keluarga. Namun, setelah pembagian tersebut, Kepala Dusun 1 yang berinisial AM dan anggota Badan Permusyawaratan Desan (BPD) berinisial Ef menemui penerima di rumah masing-masing warga untuk kemudian dipotong sebesar Rp200.000 per keluarga. Terkumpul dana hanya dari 18 warga dengan total Rp3,6 juta. 

“Atas pemotongan dana tersebut, warga keberatan dan mengadukan ke Kepala Desa Banpres. Seminggu kemudian, hal ini dilaporkan ke Polres Musi Rawas,” ujarnya.

Dia menjelaskan, padaa akhir tiap dokumen kebijakan Kementerian Desa PDT dan Transmigrasi, selalu diterakan call center 1500040 dan aplikasi sipemandu.kemendesa.go.id sebagai saluran pengaduan masyarakat. Seluruh aduan diproses oleh tim aduan dan ditindaklanjuti ke lapangan.

Aduan yang disampaikan melalui media sosial selama ini, menurutnya, juga langsung ditindaklanjuti ke lapangan. Kementerian Desa PDTT memiliki tim pengelola aduan di pusat, dengan dukungan 35.000 pendamping desa yang bergerak di desa-desa di seluruh Indonesia.

“Kejadian di Desa Banpres, Musi Rawas, ini belum pernah masuk ke sistem aduan Kemendesa PDTT. Namun begitu terjadi, Kemendesa PDTT langsung mengonsolidasikannya dengan tim aduan dan pendamping desa di lapangan," jelasnya.

Dia mengungkapkan bahwa kasus tersebut saat ini sudah masuk dalam ranah aparat penegak hukum dan mulai diproses sesuai aturan hukum. Kemendesa PDTT juga terus memantau kasus ini sampai terselesaikan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Fitri Sartina Dewi
Terkini