Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Ina Perdana Tbk. (BINA) akan merevisi target pertumbuhan kredit tahun ini akibat dari dampak pandemi Covid-19.
Direktur Utama Bank Ina Perdana Daniel Budirahayu mengatakan sebelumnya dalam rencana bisnis bank (RBB) bahwa penyaluran kredit perseroan ditargetkan tumbuh pada kisaran double digit.
Namun, akibat pandemi Covid-19 yang berdampak pada perlambatan ekonomi, bank memproyeksikan kredit tahun ini hanya akan tumbuh single digit, yaitu pada kisaran 7 persen-9 persen.
"Pada November 2019 kami masukkan ke RBB kredit bisa tumbuh dua digit, karena volume bisnis Bank Ina belum besar kami optimis. Ternyata tidak diduga ada pandemi Covid-19, tentunya bukan hanya kami, kami akan ajukan ke OJK revisi kredit 2020, dari dua digit menjadi sekitar 7 persen-9 persen," katanya dalam konferensi pers virtual, Jumat (5/6/2020).
Adapun, kredit perseroan per Maret 2020 masih mampu tumbuh 53 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), dari 1,68 triiun per Maret 2019 menjadi Rp2,5 triliun pada Maret 2020.
Daniel mengatakan, perseroan akan tetap menyalurkan kredit namun tidak seagresif tahun lalu karena hampir seluruh sektor ekonomi terdampak pandemi.
Dari sisi likuiditas, Daniel mengatakan rasio loan to deposit ratio (LDR) bank masih berada pada level yang longgar, yaitu sebesar 68,24 persen pada Maret 2020.
Di samping itu, kemampuan modal perseroan juga masih dalam kondisi yang kuat, tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) berada pada level 37,84 persen per Maret 2020.
"Likuiditas Bank Ina tidak ada masalah, dan ini yang jadi strong point kami sejak Januari kemarin [2020] Salim sudah declare jadi ultimate shareholder," tuturnya.
Sementara, Daniel menyampaikan tahun ini yang juga menjadi fokus perseroan adalah kemampuan pritabilitas. Pasalnya pendapatan terbesar bank selama ini berasal dari pendapatan bunga.
Perseroan menyatakan akan terus berupaya menekan biaya bunga (cost of fund/CoF) dengan melakukan reprofiling deposito dan meningkatkan porsi dana murah (CASA).
Bank Ina juga akan menjaga rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) dengan membatasi pengeluaran yang tidak perlu saat ini.
"Kami sudah ajukan ke OJK bahwa misalnya biaya-biaya training tidak harus 5 persen selama pandemi ini, itu akan menekan cost, tentunya pengurangan hal-hal yang tidak diperlukan, biaya perjalanan juga tidak ada," jelasnya.
Meski demikian, Daniel menambahkan, perseroan akan tetap mengeluarkan biaya pengeluaran untuk persiapan menjadi bank devisa termasuk untuk percepatan digitalisasi.
"Persiapan digitalisasi tetap harus keluar karena kita dengan situasi pandemi seperti sekarang harus mempercepat digitalisasi Bank Ina."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel