Industri Penerbangan Diberi Kelonggaran, Ini Tantangan Garuda dan Maskapai ke depan

Bisnis.com,09 Jun 2020, 22:59 WIB
Penulis: Anitana Widya Puspa
Pesawat milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia bersiap melakukan penerbangan di Bandara internasional Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara akhir pekan lalu (8/1/2017)./Bisnis-Dedi Gunawann

Bisnis.com, JAKARTA - PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) dan asosiasi maskapai penerbangan nasional (INACA) menilai kebijakan pemerintah dalam melonggarkan tingkat kapasitas penumpang hingga 70 persen menghadapi tantangan ke depan dalam meraup tingkat kepercayaan masyarakat untuk kembali mengisi keterisian penumpang atau load factor secara optimal.

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan ada tiga jenis masyarakat yang menggunakan maskapai. Pertama mereka yang menggunakannya untuk tugas, dinas, pekerjaan, da kantor. Kedua, mereka yang suka bepergian mengunjungi tempat destinasi wisata baru. Ketiga kata dia, mereka yang terbang untuk kepentingan silaturahmi. Kondisi masyarakat dengan tipe ketiga ini, lanjut Irfan, yang membuat Garuda memiliki tingkat keterisian tinggi termasuk untuk penerbangan akhir pekan menuju wilayah tujuan asal atau hometown.

Menurut Irfan bagi penumpang jenis pertama tidak akan terpengaruh oleh pelonggaran ini karena mereka tetap akan berangkat untuk bekerja. Namun untuk tipe kedua yakni para traveller memang masih menghadapi tantangan agar mereka merasa nyaman dan aman untuk bepergian di tengah pandemi.

“Maniak traveller ini, ini yang kami ingin pastikan kalau mereka terbang mereka aman. Maka itu kami juga ngotot jaga jarak tetap ada ditambah dengan interaksi dengan kabin, kebersihan toilet, dan lainya.Kalau mereka pada akhirnya terbang dan cerita hal positif, industri ini akan pulih dengan cepat. Namun kalau pada akhirnya mereka terbang separuh penumpangnya terpapar. Bubar udah kita Ini implikasinya luar bisa,” jelasnya, Selasa (9/6/2020).

Keberlangsungan industri aviasi ini, juga akan berdampak kepada industri hotel pariwisata kuliner dalam menghubungkan dan menciptakan nilai ekonomi.

Berdasarkan konsesi para analis, Irfan menyatakan kondisi normal setelah pandemi baru akan terjadi dua hingga tiga tahun lagi. Irfan berpendapat selama jangka waktu tersebut tidak ada jaminan maskapai dapat bertahan hidup.

Oleh karena itu protokol jarak muncul dalam bentuk regulasi yang mengatur tingkat keterisian sebesar 50 persen. Namun, dalam praktek di lapangan ketentuan tersebut dirasa kurang pas dan justru mendorong turunnya tingkat permintaan lebih dalam.

“Oleh karena itu, sudah kami hitung bersama inaca juga meyakinkan regulator. Isi pesawat maskapai berjadwal itu bisa 70 persen dengan jaga jarak tetap tercipta. Dan itu akhirnya terjadi,”tuturnya.

Sementara itu Ketua Umum Inaca Denon Prawiraatmaja mengatakan ada dua faktor utama nantinya yang dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya industri aviasi untuk pulih. Terlebih dengan adanya sejumlah pelonggaran menuju kenormalan baru.

Pertama, sebut dia, bagaimana hasil gugus tugas dalam menangani hingga menurunkan angka penyebaran covid-19. Hal itu akan menjadi acuan masyarakat dan menyebabkan segala bentuk kampanye untuk mulai bepergian tidak akan efektif selama covid-19 masih menyebar luas.

“Kedua ini masalah kepercayaan masyarakat dengan masing-masing entitas. Masyarakat akan memilih maskapai yang dapat memberikan rasa aman dalam melakukan aktivitas tersebut,” jelasnya.

Hal ini pun juga menjadi tugas pihak terkait lainnya termasuk operator bandara dan manajemen pariwisata untuk secara serius dan benar mengikuti aturan jaga jarak dalam tatanan normal baru. Kondisi ini akan menimbulkan kepercayaan masyarakat untuk sampai di tempat tujuan dengan aman.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Andhika Anggoro Wening
Terkini