Bisnis.com, JAKARTA — Industri asuransi dinilai perlu merumuskan polis asuransi risiko pandemi, bercermin dari penyebaran virus corona yang mengganggu banyak aspek kehidupan, termasuk sektor bisnis. Masih terdapat zona abu-abu dari proteksi risiko pandemi di Indonesia.
Dosen Program MM-Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Kepler A. Marpaung menjelaskan bahwa produk seperti itu akan diminati setelah merebaknya Covid-19. Menurutnya, proteksi dari risiko pandemi telah diterapkan di sejumlah negara, seperti Inggris dan Amerika Serikat.
Dia mencontohkan bahwa proteksi terhadap risiko pandemi di antaranya terdapat pada polis gangguan bisnis (business interruption) dan contingency liability. Selain itu, terdapat pula jenis-jenis polis lain yang turut mencakup risiko pandemi dengan kejelasan ketercakupan di dalam klausulnya.
"Saat ini pasar asuransi di Inggris dan Amerika Serikat sudah membentuk tim untuk mengkaji penerbitan polis asuransi [stand alone policy] untuk risiko pandemi, yang mekanismenya nantinya kemungkinan melalui pool atau konsorsium," ujar Kepler kepada Bisnis, Rabu (10/6/2020).
Dia menjelaskan bahwa polis gangguan bisnis akan memberikan ganti rugi terhadap kehilangan profit karena adanya sejumlah kendala seperti operasional yang terhambat. Namun, kendala yang disyaratkan harus berupa gangguan fisik, seperti kebakaran dan peledakan.
Menurut Kepler, hal tersebut menimbulkan zona abu-abu (grey area) karena pandemi Covid-19 tidak memberikan dampak fisik terhadap gangguan bisnis, tetapi dampaknya terasa betul.
Dia mencontohkan saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), banyak sektor usaha yang mengalami penurunan pendapatan seiring tidak adanya aktivitas perekonomian seperti biasanya.
"Bisa saja misalnya usaha seperti pabrik, industri, atau usaha lain tidak jalan atau menjadi rusak. Memang tidak langsung akibat pandemi, tapi akibat kebijakan lockdown atau physical distancing itu," ujar Kepler.
Dia menilai bahwa dalam kondisi tersebut, para pelaku asuransi dalam negeri, khususnya asuransi kerugian perlu melakukan kajian terkait ketercakupan risiko pandemi Covid-19. Hal itu perlu dilakukan agar posisi penanggung maupun tertanggung bisa menjadi lebih jelas.
Selain itu, apabila terdapat klausula contingency business interuption, Kepler menjelaskan bahwa kerugian pihak ketiga bisa turut dijamin. Dia mencontohkan pabrik tekstil sebagai tertanggung yang usahanya harus berhenti sementara akibat kebijakan pemerintah, sehingga menurunkan profitnya.
"Pabrik tekstil ada kontrak dengan usaha konveksi, lalu bahan baku tidak dapat disuplai oleh pabrik. Kerugian usaha konveksi ini bisa dilimpahkan ke pabrik tekstil, lalu pabrik sebagai tertanggung mengajukan klaim ke asuransi, ini artinya contingency business interuption," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel