Cetak Uang Tak Picu Inflasi, Ekonom: Rasio Peredaran Uang di Indonesia Rendah

Bisnis.com,11 Jun 2020, 06:05 WIB
Penulis: Edi Suwiknyo
Pegawai Bank BNI Syariah menunjukan uang rupiah di kantor cabang di Jakarta, Senin (2/3/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA - Kekhawatiran terjadinya lonjakan inflasi jika Bank Indonesia menambah uang beredar di masyarakat dianggap tidak berdasar.

Ekonom Core Piter Abdullah Redjalam mengatakan bahwa persoalan inflasi di Indonesia sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh faktor distribusi dan administered price bukannya jumlah uang yang beredar.

"Jadi ketika itu dianggap akan memicu lonjakan inflasi, menurut saya tidak tepat," kata Piter dalam sebuah diskusi, Rabu (10/6/2020).

Piter menambahkan rasio M0 atau total uang koin dan uang kertas yang beredar terhadap produk domestik bruto (PDB) masih sangat rendah hanya 6 persen. Hal ini lebih rendah dibandingkan Thailand dan Kamboja.

Begitupula dengan M2 atau pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) pada 2018 lalu hanya 38,8 persen. Angka ini masih kalah jika dibandingkan Malaysia yang lebih dari 100 persen. Apalagi, Jepang & China yang rasionya sampai 200 persen.

M2 adalah M1 uang kuasi (mencakup tabungan, simpanan berjangka dalam rupiah dan valas, serta giro dalam valuta asing), dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa waktu sampai dengan 1 tahun.

Piter menganggap posisi negara saat ini dalam kekeringan likuiditas, melakukan pelonggaran likuditas tidak serta merta memberikan lonjakan uang yang beredar.

"Kalaupun ada lonjakan demand selama suplai aman, kekhawatiran soal lonjakan inflasi tak perlu terjadi," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Simak berita lainnya seputar topik di bawah ini:
Editor: Hadijah Alaydrus
Terkini